Perekonomian Indonesia diperkirakan makin melambat pada tahun ini, antara lain terimbas dampak penyebaran virus corona. Institute for Development of Economics and Finance atau INDEF memperkirakan pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,8%, melambat dibandingkan tahun lalu 5,02%.
"Pertumbuhan ekonomi 2020 akan berkisar sekitar 4,8%. Itu yang cukup realistis," kata Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad saat ditemui di Jakarta, Kamis (6/2).
Ia menjelaskan, virus corona akan memangkas pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Perekonomian global pun akan berimbas lantaran negara tersebut merupakan ekonomi terbesar kedua di dunia, setelah Amerika Serikat.
Dampak wabah virus corona diperkirakan mirip dengan saat virus SARS yang menyerang Tiongkok pada 2003. Saat itu, perekonomian Tiongkok terdistorsi hingga 1,05%, demikian juga dengan Hong Kong sebesar 2%.
(Baca: Ada Virus Corona, Bagaimana Nasib Pertumbuhan Ekonomi RI Tahun Ini?)
Ia memperkirakan wabah virus corona dapat berlangsung selama 6 bulan hingga 1 tahun. Dengan demikian, dampaknya akan menghantui perekonomian Indonesia sepanjang tahun ini, apalagi Tiongkok merupakan mitra dagang utama Indonesia.
"Jadi memang wabah ini sepertinya masih akan berlangsung lama," kata dia.
Tiongkok saat ini merupakan negara asal impor dan tujuan ekspor nonmigas terbesar Indonesia. Total ekspor ke negara tersebut pada tahun lalu mencapai US$ 25,85 miliar, sedangkan impor mencapai US$ 44,58 miliar.
Selain itu, Tiongkok juga merupakan salah satu investor Indonesia. Dengan adanya wabah corona, menurut Tauhid, investasi dari Tiongkok berpotensi menurun. Hal ini lantaran negara tersebut akan lebih memilih memulihkan perekonomian di dalam negeri.
"Karena mereka butuh recovery, mereka butuh perbaiki infrastruktur yang saat ini rusak atau ekonomi yang saat ini tidak berjalan di domestiknya," ucap dia.
(Baca: Virus Corona Tewaskan 563 Orang di Tiongkok, Kasus di Jepang Bertambah)
Selain wabah corona, daya beli masyarakat yang kini tengah stagnan turut menjadi penyumbang melambatnya perekonomian di tahun ini. Berbagai fasilitas yang diberikan kepada masyarakat seperti bantuan sosial dan kenaikan gaji pegawai tak mendorong konsumsi masyarakat.
Sementara omnimbus law yang kini sedang digadang pemerintah dinilai hanya akan mendorong masuknya investasi yang tak berkualitas dan tak berprioritas.
Tauhid juga pesimistis bahwa instrumen Omnimbus Law yang akan dibahas bersama DPR akan mendorong perekonomian pada tahun ini. Pasalnya, pembahasan di DPR membutuhkan proses yang lama dan membutuhkan peraturan pemerintah.
"Sehingga omnimbus law baru akan terasa terhadap laju investasi di tahun 2021 hingga 2022," tutupnya.