Pemerintah menyiapkan aturan untuk memungut pajak dari perusahaan digital (over the top/OTT) asing seperti Netflix dan Spotify. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berjanji, kebijakan yang diambil tidak akan membunuh industri tersebut.
Netflix belum berstatus Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Namun, perusahaan tersebut melakukan kegiatan usaha di Tanah Air.
Karena mendapat keuntungan dari pasar Indonesia, Sri Mulyani memastikan bahwa pemerintah akan memungut pajak Netflix dan OTT lainnya secara maksimal. “Kami masih kejar,” kata dia saat memberikan sambutan di acara Mandiri Investment Forum di Jakarta, Rabu (5/2).
Untuk itu, pemerintah mengkaji kebijakan perpajakan OTT di negara lain. “Kami lihat ada potensi (memungut pajak perusahaan digital asing) tanpa membunuh sektor tersebut,” kata Sri Mulyani.
Namun, ia tidak menjelaskan lebih rinci perihal kebijakan yang akan ditempuh tanpa mematikan industri ekonomi digital, khususnya video on-demand (VoD) seperti Netflix. (Baca: Google Akan Bayar Pajak sebagai Reseller Iklan)
Beberapa perusahaan berbasis digital asing yang beroperasi di Indonesia memang membayar pajak. Namun, besaran pajaknya dinilai tidak optimal.
Alasannya, pendapatan yang diperoleh OTT di suatu negara justru dihitung sebagai perolehan di negeri asalnya. Karena itu, pajaknya dibayarkan ke negara asal perusahaan.
Sri Mulyani menilai ada potensi pajak yang semestinya bisa dipungut dari OTT, karena mengambil ceruk pasar Indonesia. "Jadi kami lihat ada potensi Indonesia bisa kumpulkan pajak untuk mempertahankan ekonomi di tengah perlambatan (ekonomi) global," kata dia.
Pemerintah pun tengah merancang omnibus law, yang salah satunya memuat tentang pajak. Rencananya, pajak atas transaksi elektronik akan dibuat sama dengan yang konvensional, termasuk pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Dengan begitu, OTT yang tidak berstatus BUT di Indonesia akan tetap dipungut pajaknya. (Baca: Pelajaran Pajak Digital dari Amazon dan Australia)
Direktur Penyuluhan, Pelayananan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, Kemenkeu mengusulkan untuk mendefinisikan ulang BUT melalui omnibus law perpajakan. BUT dari yang sebelumnya physical presence akan diubah menjadi significant economic presence.
"Dengan begitu, pemerintah dapat mengenakan pajak penyedia barang atau jasa yang tidak memiliki keberadaan fisik di Indonesia, tetapi konsumennya banyak," kata Yoga kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu (27/1).
(Baca: Pemerintah Gunakan Pendekatan Nexus Tax agar Netflix Bisa Bayar Pajak)
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sempat usul menerapkan Nexus Tax dalam mengejar pajak lintas negara (crossborder). Yoga menjelaskan, pendekatan Nexus Tax yakni perusahaan yang beroperasi di Indonesia namun tidak memiliki kantor fisik tetap membayar pajak.
Kominfo tengah menyiapkan turunan peraturan dari PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE), yang memuat Nexus Tax. Melalui aturan itu, perusahaan bisa mendaftarkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Aturan itu ditarget selesai Maret 2020. "Katakan (perusahaan) di Singapura atau Vietnam harus terdaftar untuk dikenakan PPN. Kalau sudah besar dikenakan di Pajak Penghasilan (PPh) walaupun (fisiknya) tidak di sini," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Kominfo Semuel Abrijani, beberapa waktu lalu (22/1).
(Baca: Menkominfo Sebut Netflix Respons Positif Rencana Aturan Baru Pajak)