Badan Pusat Statistik atau BPS akan merilis angka pertumbuhan ekonomi 2019 pada hari ini, Rabu (5/2) pukul 11.00 WIB. Para ekonom memperkirakan perekonomian Indonesia tumbuh lebih lambat dibandingkan capaian tahun sebelumnya sebesar 5,17% secara tahunan atau year on year (yoy).
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listyanto mengatakan, secara tahunan 2019 kemungkinan perekonomian akan tumbuh di level lima persenan. "Tepatnya 5,03%," kata Eko kepada Katadata.co.id, Rabu (5/2).
Dia menjelaskan pertumbuhan tersebut lantaran investasi hanya tumbuh moderat seiring pesta demokrasi 2019. Investasi juga masih belum meroket di tengah lesunya ekonomi global dengan tensi perang dagang yang masih panas di sepanjang tahun lalu.
Kemudian pertumbuhan konsumsi diperkirakan masih berada di level 5% yoy. Namun konsumsi semakin tertekan seiring masih terjadinya kenaikan harga kelompok barang bergejolak atau volatile food.
(Baca: Rilis Data Ekonomi Topang Laju IHSG Hari Ini, Berikut Saham Pilihannya)
Di sektor riil secara keseluruhan, melambatnya laju kredit 2019 yang hanya tumbuh 6,08% yoy menggambarkan tidak optimisnya dunia usaha di tahun. "Sehingga implikasinya pertumbuhan ekonomi pun melambat," ucap dia.
Senada, Ekonom Permata Bank Josua Pardede menyatakan, secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 diperkirakan sekitar 5,03% yoy. "Menurun dari tahun 2018 yang tercatat 5,17%," ucap Josua kepada Katadata.co.id pada kesempatan berbeda.
Josua memerinci, konsumsi rumah tangga cenderung stabil secara keseluruhan pada tahun lalu. Namun investasi sepanjang tahun 2019 cenderung melambat seiring tren perlambatan ekonomi global.
Belum lagi peningkatan tensi dagang di pasar internasional terus terjadi di tahun lalu, yang diikuti oleh perlambatan ekonomi mitra dagang utama Indonesia, terutama Tiongkok.
(Baca: Virus Corona Tekan Ekonomi Tiongkok, Dunia Waspadai Perlambatan Global)
Pertumbuhan yang hanya mencapai 5,03% tersebut salah satunya lantaran pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2019 yang juga melambat menjadi hanya 4,99% yoy. Adapun pertumbuhan pada kuartal sebelumnya tercatat sebesar 5,02% yoy.
Lebih lanjut, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan tetap solid di kisaran 5%, walau turun tipis dari kuartal sebelumnya sebesar 5,01%. Beberapa data yang mengukur tingkat konsumsi rumah tangga cenderung bervariasi.
"Laju pertumbuhan penjualan ritel pada periode Oktober-Desember 2019 cenderung meningkat dibandingkan kuartal sebelumnya," ujarnya.
Sementara itu, pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto alias investasi pada kuartal IV 2019 diperkirakan melambat jadi 4,99%, dari kuartal sebelumnya 4,21%.
(Baca: Pasar Antisipasi Data Pertumbuhan Ekonomi 2019, Rupiah Melemah Tipis)
Peningkatan terindikasi dari pertumbuhan penjualan semen yang meningkat menjadi 6,06% dari kuartal sebelumnya yang tercatat 0,42% yoy. Dia menjelaskan peningkatan penjualan semen mengindikasikan investasi bangunan sepanjang periode Oktober-Desember 2019 mengalami peningkatan.
Meski demikian, investasi non-bangunan masih tertahan tercermin dari impor barang modal yang sepanjang kuartal IV 2019 turun 7,9% atau jauh lebih besar dibandingkan pada kuartal sebelumnya yang hanya turun 0,5%.
Dari sisi produksi, Josua menuturkan, laju pertumbuhan sektor manufaktur diperkirakan masih di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. "Seiring tren investasi ke sektor industri manufaktur yang cenderung melambat serta terindikasi dari aktivitas manufaktur yang masih mengalami penurunan," kata dia.
Aktivitas manufaktur yang melambat tersebut juga terindikasi oleh impor bahan baku yang turun 13,5%, meski penurunannya sedikit lebih kecil dibandingkan kuartal sebelumnya yang turun hingga 14,4%.
(Baca: BI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV Tahun Ini Lebih Baik)
Adapun data historis pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 1961 dapat dilihat melalui databoks berikut ini.