Omnibus Law Perpajakan Akan Dibahas di DPR, Ini 6 Poin Utamanya

Ketua DPR Puan Maharani (kanan) melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2020). Pertemuan tersebut membahas mengenai Rancangan Omnibus Law Perpajakan.
Penulis: Sorta Tobing
31/1/2020, 17.48 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru saja melakukan konsultasi omnibus law perpajakan dengan Ketua DPR Puan Maharani kemarin, Kamis (30/1). Dari hasil pembicaraan keduanya, penyerahan draf aturan itu akan menunggu Presiden Jokowi menerima hasil program legislasi nasional atau Proglegnas dari DPR.

Sri Mulyani mengatakan konsultasi ini sesuai dengan arahan Ketua DPR. “Ia menyarankan kita bertemu untuk melihat seluruh mekanismenya,” ucapnya di Gedung DPR, Jakarta.

Omnibus law atau undang-undang sapu jagat saat ini telah masuk ke dalam Prolegnas. “Berarti sudah masuk dalam slot pembahasan dengan DPR,” kata Sri Mulyani.

Dalam rancangan undang-undang perpajakan itu pemerintah akan menyederhanakan tujuh undang-undang. Ketujuhnya adalah UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), UU Kepabeanan, UU Cukai, dan UU Pemerintahan Daerah.

Pemerintah hanya membuat 28 pasal dalam omnibus law perpajakan. Di dalamnya terdapat enam cluster atau ruang lingkup yang menjadi prioritas. Melansir dari situs Kementerian Keuangan, cluster pertama adalah soal meningkatkan investasi melalui penurunan tarif Pajak PPh Badan dan PPh Bunga.

(Baca: Luhut Perkirakan Tambahan Penyerapan 3 Juta Pekerja Berkat Omnibus Law)

Kedua, tentang sistem teritorial. Area ini akan membahas bagaimana penghasilan deviden luar negeri akan dibebaskan pajak, asalkan diinvestasikan di Indonesia. Warga negara asing yang merupakan subjek pajak dalam negeri, kewajiban perpajakannya khusus untuk pendapatannya di dalam negeri.

Ketiga, mengenai subjek pajak orang pribadi. Orang Indonesia yang tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari akan dikenakan pajak dari negera itu. Sementara untuk warga negara asing yang tinggal di Tanah Air lebih dari 183 hari, mereka menjadi subjek pajak dalam negeri.

Cluster keempat tentang cara meningkatkan kepatuhan perpajakan. Pemerintah akan mengatur ulang sanksi dan bunga pelanggar pajak. Selama ini buganya cukup tinggi, 2% sampai dengan 24 bulan sehingga bisa mencapai 48%.

Angka bunga itu rencananya akan berubah. Pemerintah menimbang memakai suku bunga yang berlaku di pasar, plus sanksi administrasi. Harapannya, para wajib pajak bisa lebih patuh kepada aturan.

(Baca: Setor Draf Omnibus Law Perpajakan, Sri Mulyani Tunggu Aba-aba DPR)

Kelima, untuk ekonomi digital. Pemajakan transaksi elektronik akan dibuat sama dengan pajak biasa. Hal ini termasuk platform digital untuk pemungutan PPN. Perusahaan yang tidak berstatus badan usaha tetap di Indonesia akan tetap dipungut pajaknya. Dengan cara itu, pemerintah bisa memajaki perusahaan-perusahaan digital, seperti Netflix, Spotify, dan Amazon.

Terakhir, cluster keenam adalah insentif pajak. Termasuk di dalamnya tax holiday, super deduction, tax allowance, kawasan ekonomi khusus atau KEK, PPh untuk surat berharga, dan insentif pajak daerah dari pemda.

Reporter: Agatha Olivia Victoria