Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) memprediksi pasokan gula dan garam industri hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi hingga Februari 2020. Kebutuhan gula dan garam diprediksi meningkat terlebih menjelang Ramadan.
Oleh karena itu, pengusaha mendesak pemerintah segera mengelurakan kuota impor gula dan garam untuk menjaga kelancaran produksi industri.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gapmmi Rachmat Hidayat menjelaskan kondisi tersebut sudah sangat mengkhawatirkan. Sehingga banyak pengusaha makanan dan minuman olahan khawatir hal tersebut akan mengganggu produksi.
(Baca: Penjualan Makanan dan Minuman Olahan Diprediksi Naik 10% Jelang Imlek)
"Ini cukup mengkhawatirkan. Kalau kondisinya tak berubah akan menganggu produksi karena gula dan garam merupakan bahan baku utama," kata dia saat dihubungi katadata.co.id, Rabu (22/1).
Namun demikian, minimnya pasokan gula dan garam industri saat ini belum mempengaruhi harga lantaran telah terjalin kontrak kerja sama antara distributor dan pengusaha. Meski demikian, Gapmmi mendesak pemerintah segera mengeluarkan kuota impor agar tak mempengaruhi produksi.
"Kami minta bahan baku industri olahan segera diberi kejalasan agar tak menganggu produksi," kata dia.
Minimnya pasokan gula industri ditengarai akibat kebutuhan masyarakat yang terus meningkat, sementara produksi domestik stagnan membuat neraca gula nasional mengalami defisit. Untuk memenuhi kebutuhan gula domestik serta menstabilkan harga dalam negeri, pemerintah setiap tahun harus impor gula dari luar negeri.
(Baca: Jadi Tumpuan Ekonomi RI, Sektor Manufaktur 2019 Tumbuh Melambat)
Berdasarkan proyeksi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian konsumsi gula domestik 2017 diproyeksi mencapai 5,07 juta ton sementara produksi hanya 2,47 juta ton. Alhasil, neraca gula mengalami defisit 2,6 juta ton.
Konsumsi gula diproyeksi akan terus meningkat menjadi 5,26 juta ton pada 2021 sementara produksi hanya mencapai 2,48 juta ton, sehingga terjadi defisit 2,78 juta ton.