Luhut Pantau Konflik AS-Iran Tak Pengaruhi Minat Investasi Asing ke RI

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (kiri) di kantor presiden. Luhut menyatakan, eskalasi konflik AS-Iran tak mempengaruhi iklim investasi dalam negeri.
Editor: Ekarina
7/1/2020, 07.31 WIB

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan konfilk antara Amerika Serikat (AS) dan Iran tak mempengaruhi rencana investasi asing di Indonesia. Beberapa pemodal asal AS dan Timur Tengah bahkan sedang menjajaki investasi baru di dalam negeri.

"Tidak berpengaruh, bahkan Jumat (10/1) besok  kami akan terima kedatangan International Development Finance AS di bawah White House. Mereka akan datang kemari bawa uang untuk investasi di BUMN dan juga di beberapa proyek," kata Luhut di Jakarta, Senin (6/1).

Menurut dia, ketengangan antara AS dan Iran tak perlu ditanggapi dengan kekhawatiran berlebihan oleh masyarakat. Pasalnya, saat ini banyak berspekulasi akan konflik geopolitik Timur Tengah akan menyebabkan krisis baru, terutama terkait dengan harga minyak.

(Baca: Konflik AS-Iran, Ekonom Lihat Potensi Harga Minyak Capai US$ 100/Barel)

Luhut juga menegaskan kenaikan harga minyak akibat konflik itu tak begitu mempengaruhi kondisi ekonomi dalam negeri. "Tak apa-apa, kita sejauh ini baik-baik saja," katanya.

Lebih lanjut, Luhut menjelaskan dalam waktu dekat ada investor dari Uni Emirat Arab (UEA) yang berencana menanamkan investasinya di Indonesia sebesar US$ 20 miliar atau setara Rp 279 triliun di sektor petrokimia, minyak dan gas. Proses tersebut menurutnya sudah dalam tahap finalisasi. 

"Mulai masuk tahun ini semua. Karena hubungan pribadi Presiden Jokowi dengan putra mahkota UEA, saya hanya eksekutornya saja," kata dia.

Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani mengatakan, eskalasi konflik AS-Iran yang kian memanas dapat berdampak negatif bagi harga minyak mentah dunia. Indonesia saat ini merupakan salah satu importir minyak seiring kebutuhan energi nasional terus bertambah setiap tahunnya. 

Oleh karena itu, jika konflik dan kenaikan harga minyak terus berlanjut hingga jauh melebihi target harga minyak dunia yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), stabilitas ekonomi nasional bisa terganggu dan menggerus devisa. Berdasarkan APBN 2020, harga minyak diasumsikan sebesar US$ 65 per barrel. 

(Baca: Bendera Merah Berkibar, Iran Siap Balas Serangan AS)

"Oleh karena itu, sedapat mungkin subsidi BBM yang bersifat konsumtif harus dikurangi dan kita harus segera memperbanyak dan mendiversifikasi sumber energi nasional, khususnya ke energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan impor minyak," katanya kepada katadata.co.id.

Memanasnya konflik geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dengan Iran berbuntut pada kenaikan cepat harga minyak dunia. Harga minyak dunia disebut berpotensi terus menanjak, dari posisi saat ini yang berada di kisaran US$ 60 per barel. 

Konflik AS dan Iran memanas setelah militer AS melancarkan serangan udara di Baghdad, Irak yang menewaskan Mayor Jenderal Qassem Suleimani, Komandan Pasukan Elite Quds Iran. Adapun serangan AS yang menewaskan Qassem Suleimani berbuah serangan balasan dari Iran.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto