PT BNI Sekuritas memperkirakan, inflasi pada 2020 akan lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi tahun lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada 2019 (year on year/yoy) sebesar 2,72%, terendah sejak 1999 yang inflasinya tercatat 2,13%.
"Perkiraan kami, inflasi akan sedikit lebih tinggi dari tahun lalu yaitu sekitar 3-3,3%," kata Head of Research Division BNI Sekuritas Damhuri Nasution ketika ditemui di kawasan SCBD, Jakarta, Senin (6/1).
Damhuri menjabarkan faktor utama inflasi yang lebih tinggi itu karena pemerintah resmi menaikkan tarif cukai rokok rata-rata 23% mulai 1 Januari 2020. Sementara harga eceran terendah rokok juga naik rata-rata 35%. Adapun harga rokok memiliki bobot sebesar 3% terhadap inflasi.
(Baca: Cukai Makin Tinggi, Harga Saham Emiten Rokok Malah Naik di Awal Tahun)
Dia mengatakan, kenaikan harga akibat naiknya tarif cukai rokok biasanya akan mendongkrak harga eceran di pedagang lebih tinggi lagi. "Jadi, efek ke inflasi akan lebih besar. Itu sebabnya kami lihat tahun ini inflasinya akan lebih tinggi," ujar Damhuri.
Sementara itu, Damhuri menilai kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak begitu signifikan menyumbang inflasi pada tahun ini. Hal itu sejalan dengan yang disampaikan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, karena bobot iuran BPJS Kesehatan terhadap perhitungan inflasi keseluruhan tak terlalu besar.
Damhuri malah menilai ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dengan Iran sejak Jumat (3/1), bisa mempengaruhi inflasi di dalam negeri. Pasalnya, konflik itu berbuntut pada naiknya harga minyak dunia yang diramal bisa menembus US$ 100 per barel.
Melambungnya harga minyak dunia ini, dapat berdampak langsung ke dalam negeri di mana pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM), minimal yang tidak disubsidi.
(Baca: Kepala BPS Peringatkan Potensi Kenaikan Inflasi Akibat Banjir Jakarta)