Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan di pasar spot melemah 0,06% ke level Rp 14.100 per dolar Amerika Serikat (AS). Pada akhir pekan ini, mata uang Garuda diprediksi bergerak di antara Rp 14.020 - 14.100 terhadap dolar AS. Meski begitu, masih ada potensi penguatan rupiah.
Selain rupiah, mayoritas mata uang Asia menguat terhadap mata uang Negeri Paman Sam. Dolar Singapura naik 0,05%, dolar Taiwan 0,05%, peso Filipina 0,15%, rupee India 0,07%, yuan Tiongkok 0,09%, dan ringgit Malaysia 0,03%. Sedangkan Yen Jepang dan baht Thailand terpantau turun masing-masing 0,05% dan 0,02% terhadap dolar AS.
Vice President Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, terdapat komentar dan gestur positif dari Tiongkok dan AS mengenai kelanjutan penyelesaian perang dagang. "Sehingga rupiah mungkin bisa menguat pada akhir pekan ini," kata Tjendra kepada Katadata.co.id, Jumat (22/11).
Adapun, lanjut dia, Tiongkok mengundang perwakilan AS untuk datang ke Tiongkok sebelum libur Thanksgiving. Undangan tersebut dalam rangka membicarakan lebih dalam kesepakatan dagang.
(Baca: BI Tahan Bunga Acuan, Rupiah Menguat Tipis)
Sementara AS baru-baru ini memberi sinyal tidak akan menerapkan kenaikan tarif impor barang Tiongkok pada tanggal 15 Desember. Meskipun penandatanganan perjanjian terjadi setelah tanggal tersebut.
Dari dalam negeri, Tjendra menilai kebijakan pemangkasan giro wajib minimum oleh Bank Indonesia (BI) yang bisa menstimulus kredit, mendapat apresiasi pasar. "Stimulus untuk mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut bisa membantu penguatan rupiah," ujarnya.
Kemarin, BI mempertahankan suku bunga acuannya atau BI 7 Days Reverse Repo Rate (7-DRRR) di level 5%, serta mempertahankan suku bunga fasilitas simpanan alias deposit facility sebesar 4,5%, dan bunga pinjaman atau lending facility tetap sebesar 6%. Namun, BI kembali menurunkan giro wajib minimum (GWM) sebesar 0,5%.
Dengan penurunan tersebut, GWM menjadi 5,5% pada bank umum dan 4% pada bank umum syariah. Adapun GWM rata-rata tetap sebesar 3%. Kebijakan ini diperkirakan menambah likuiditas perbankan sebesar Rp 26 triliun.
(Baca: IHSG Diramal Turun Sebab Minim Sentimen, Saham-saham ini Direkomendasi)