JP Morgan Ramal Ekonomi RI Tahun Ini Tumbuh 4,9%, Airlangga Tak Setuju
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini mencapai 5%. Realisasi belanja pemerintah akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di akhir tahun ini.
Pernyataan ini menjawab hasil riset bank asal Amerika Serikat (AS), JP Morgan yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya akan mencapai 4,9%.
"Kalau prediksi boleh-boleh saja, kalau melihat data BPS kemarin (hingga kuartal III 2019) sedikit di atas 5%. Secara agregat, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5%," ujar Airlangga ditemui di Istana Negara, Rabu (20/11).
Ia menjelaskan, realisasi belanja negara belum optimal pada kuartal III. Sesuai siklus, menurut dia, realisasi belanja negara akan melesat menjelang tutup tahun sehingga diharapkan akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi di kuartal terakhir.
"Kami juga punya program untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," jelas dia.
Kementerian Keuangan sebelumnya memproyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini di kisaran 5,05%, meleset dari target APBN 2019 sebesar 5,3%. Pertumbuhan ekonomi secara tahunan terus melambat dari 5,07% pada kuartal I 2019, menjadi 5,05% dan 5,02% pada kuartal II dan III 2019.
(Baca: Negosiasi Kesepakatan Dagang AS dan Tiongkok Masih Alot)
Tahun depan, pemerintah kembali menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%. Namun, sejumlah lembaga memperkirakan target pertumbuhan ekonomi tersebut akan kembali meleset.
Salah satunya, Center of Reform on Economics (CORE) yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan akan berada pada kisaran 4,9% hingga 5,1%. "Kami lihat potensi pertumbuhan ekonomi di angka 4,9-5,1% kurang lebih sama dengan tahun ini karena faktor ketidakpastian global tinggi," ujar Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal, Rabu (20/11).
Ia menjelaskan, perlambatan ekonomi pada tahun depan masih akan dipengaruhi kelanjutan perang dagang antara AS dan Tiongkok. Apalagi, Presiden AS Donald Trump diperkirakan kembali terpilih untuk periode kedua. "Jika Trump tidak terpilih akan lebih baik," kata dia.
Di sisi lain, menurut dia, kebijakan pemerintah pada tahun depan seperti pemangkasan subsidi listrik dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan berpotensi menggerus daya beli masyarakat. Hal ini dapat menahan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi.
"Pemerintah menurunkan subsidi listrik, solar dan ada kenaikan iuran BPJS Kesehatan 100%," jelas dia.
(Baca: Tertekan Ekonomi AS dan Global, RI Diramal Hanya Tumbuh 5,2% pada 2020)
Sebelumnya, Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,1% menjadi 5% pada tahun ini dan tahun depan dari 5,2% menjadi 5,1%. Hal ini seiring kondisi global yang kian tak pasti.
Bank Dunia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan ditopang oleh konsumsi swasta. Pada 2019, Bank Dunia memproyeksikan konsumsi swasta akan tumbuh 5,2%, tetapi menurun menjadi 5,1% pada tahun depan. Sementara konsumsi pemerintah diperkirakan mencapai 5,1% pada tahun ini dan 5,3% tahun depan.
Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target yang sulit dicapai pemerintahan Presiden Joko Widodo selama periode pertama. Dalam janji kampanye yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Jokowi menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 8% pada 2019.
Berikut data pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam lima tahun terakhir terlihat dari databoks di bawah ini.