Pemerintah resmi menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dengan kebijakan ini, BPJS diproyeksikan akan mengalami surplus keuangan pertamanya tahun depan, setelah terus mengalami defisit sejak berdiri pada 2014.
"Proyeksi surplus sebesar Rp 17,3 triliun di tahun 2020," kata Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf kepada Katadata.co.id, Rabu (30/10).
BPJS Kesehatan telah lima tahun mengalami defisit keuangan. Defisit BPJS terus membengkak dari Rp 3,3 triliun pada tahun pertama operasional menjadi Rp 9,8 triliun pada 2017. Tahun lalu, defisit tercatat sedikit turun menjadi Rp 9,1 triliun. Tahun ini, defisit diprediksikan mencapai Rp 13 triliun.
(Baca: Jokowi Resmi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Rincian Tarifnya)
Iqbal mengatakan, jika seluruh pihak berkomitmen dalam penyesuaian iuran, BPJS Kesehatan memproyeksikan surplus akan terjadi setiap tahunnya, meski dengan jumlah yang mengecil.
Surplus diproyeksikan mencapai Rp 12 triliun pada 2021. Kemudian, surplus menjadi Rp 5,8 triliun pada 2022, lalu Rp 1,2 triliun pada 2023, dan Rp 5,1 triliun pada 2024.
Ia menjelaskan, surplus diproyeksikan turun karena adanya penambahan peserta di setiap tahunnya. Selain itu, angka utilisasi akan semakin banyak.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan BPJS terus meningkat. Tercatat, ada 874,1 juta pemanfaatan pelayanan dalam lima tahun. Rinciannya, 92,3 juta pada 2014, kemudian 146,7 juta pada 2015, sebanyak 177,8 juta pada 2016, lalu 223,4 juta pada 2017, dan 233,9 juta pada 2018.
Iqbal menegaskan BPJS Kesehatan akan terus membenahi kinerja keuangan agar tak lagi defisit. "Kewajiban pembayaran ke fasilitas kesehatan akan menjadi prioritas utama agar pelayanan kepada peserta bisa berjalan dengan baik dan sesuai harapan," ujarnya.
(Baca: BPJS Kesehatan Gandeng Jamdatun Tingkatkan Kepatuhan Pemberi Kerja)
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Aturan ini diteken Presiden Joko Widodo pada 24 Oktober 2019. Dalam aturan tersebut, kenaikan paling signifikan terjadi pada jenis kepesertaan mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja.
Iuran peserta mandiri kelas 1 dan 2 naik dua kali lipat dari semula Rp 80 ribu dan Rp 55 ribu menjadi Rp 160 ribu dan Rp 110 ribu. Sedangkan iuran peserta kelas 3, naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu. Kenaikan iuran peserta mandiri tersebut berlaku mulai 1 Januari 2020.