Investor Minta Tim Ekonomi Kabinet Baru Tuntaskan Pengangguran dan CAD

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma\'ruf Amin berfoto bersama jajaran Menteri Kabinet Indonesia Maju di halaman Istana Merdeka, Jakarta Pusat (23/10/2019). Investor menginginkan tim ekonomi Kabinet Jokowi-Ma'ruf fokus pada masalah pengangguran, defisit transaksi berjalan, dan lemahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Penulis: Happy Fajrian
24/10/2019, 15.56 WIB

Kalangan investor meminta agar tim ekonomi kabinet Pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin memprioritaskan penyelesaian masalah pengangguran. Hal ini berdasarkan hasil survei Katadata Investor Confidence Index (KICI) yang dilakukan terhadap 272 investor institusi.

Berdasarkan hasil survei tersebut, sebanyak 83% investor menganggap pengangguran sebagai masalah yang paling mendesak untuk dicari jalan keluarnya. Selain itu, masalah defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) (79%) dan lemahnya pertumbuhan ekonomi (74%) menjadi prioritas lainnya.

Panel ahli Katadata Insight Center (KIC) Damhuri Nasution mengatakan meski dalam empat tahun terakhir tingkat pengangguran sudah turun signifikan dari 6,18% (Agustus 2015) menjadi 5,26% (Agustus 2018), persentase masyarakat yang setengah menganggur masih cukup tinggi mencapai 6,62%.

“Bila ditambahkan, maka persentase yang menganggur dan setengah menganggur akan menjadi cukup tinggi, 12%. Disamping itu ada pula sebagian masyarakat yang terpaksa bekerja di sektor informal karena keterbatasan lapangan kerja di sektor formal,” terangnya dalam keterangan tertulis, Kamis (24/10).

(Baca: Investor Institusi Tak Inginkan Milenial Jadi Menteri Ekonomi Jokowi)

Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada September 2019 mencatatkan defisit sebesar US$ 160 juta, sehingga sepanjang tahun ini atau year to date (ytd), defisit neraca perdagangan mencapai US$ 1,95 miliar.

Damhuri menilai defisit neraca perdagangan ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain itu, defisit neraca perdagangan juga akan membuat CAD semakin besar.

Sebagai informasi, neraca transaksi berjalan pada triwulan II 2019 mencapai US$ 8,44 miliar atau sekitar 3,04% dari produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut lebih besar dibanding triwulan sebelumnya yang hanya mencapai US$ 6,97 miliar atau sekitar 2,6% dari PDB maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 7,95 miliar atau 3,01% dari PDB.

Di sisi lain pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tercatat semakin lambat. Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi 2019 hanya mencapai 5,08%, di bawah target APBN 2019  sebesar 5,3%. Sedangkan Bank Dunia kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menjadi hanya 5% dari sebelumnya 5,1%.

(Baca: Kepercayaan Investor Institusi Terhadap Kinerja Pemerintah Merosot)

Survei ini juga mengungkap sejumlah masalah bidang ekonomi lainnya yang harus diselesaikan oleh tim ekonomi Kabinet Jokowi-Ma’ruf seperti stabilitas harga barang dan jasa (72%), hambatan investasi di sektor riil (71%), kesenjangan ekonomi antar daerah (70%), serta perbaikan sistem perpajakan (67%).

Investor juga menginginkan pemerintah melakukan revitalisasi industri (65%), dan manajemen utang pemerintah yang lebih baik (63%). Namun investor meletakkan masalah undang-undang ketenagakerjaan sebagai prioritas paling rendah dibandingkan isu lainnya (53%).

Berikut ini adalah proyeksi defisit neraca transaksi berjalan, tingkat inflasi, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 2020.