Analis Sebut Peningkatan Investasi Cara Indonesia Selamat dari Resesi

ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Ekonom INDEF menyebutkan bahwa peningkatan investasi menjadi cara untuk selamatkan Indonesia dari ancaman resesi global.
12/10/2019, 09.07 WIB

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudistira mengatakan bahwa peningkatan investasi merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan Indonesia dari ancaman resesi global.

Pasalnya perlambatan ekonomi global mulai dirasakan negara-negara besar di dunia. Sehingga, investor tak hanya perlu diundang, namun juga memberikan atmosfer yang kondusif untuk menanamkan modalnya. Berdasarkan catatan Bank dunia, Indonesia dinilai berisiko, rumit, dan tak kompetitif.

Bhima pun menyebutkan beberapa cara untuk menarik para investor ke Indonesia. Pertama, isu stabilitas politik menentukan citra suatu negara di skala internasional. Kedua, Bank Indonesia (BI) dan pemerintah diharapkan turut berdiskusi mengenai kondisi fiskal dan moneter.

“BI dan pemerintah harus sering duduk bersama, bukan hanya sekadar rapat. Karena yang kita lihat sekarang, moneter jalan ke barat, fiskal jalan ke timur,” ujarnya pada Jumat (11/10) di Jakarta.

(Baca: Daya Saing RI Turun, Luhut Sebut Akibat Ketidakpastian Ekonomi Global)

Kemudian cara ketiga yaitu mempertimbangkan ulang terkait pencabutan subsidi yang berdampak langsung. Pasalnya Pemerintah berencana mencabut subsidi tarif listrik, gas LPG 3 kilogram, dan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Selain itu, pemangkasan regulasi berskema omnibus law juga menjadi daya tarik investor. Regulasi yang berkurang diharapkan bisa meningkatkan proses perizinan.

Omnibus law adalah terobosan yang bagus, tapi yang terpenting tetap koordinasi. Pemerintah pusat perlu berkoordinasi dengan pemerintah daerah (Pemda). Sebab masalah investasi bukan hanya kewenangan pemerintah pusat,” kata Bhima.

Dalam laporan Bank Dunia berjudul Global Economic Risk and Implications for Indonesia, regulasi Indonesia dirasa menghambat investasi. Dalam laporan tersebut disebutkan, aturan yang ada di Indonesia tidak dapat diprediksi, inkonsiten, dan saling bertentangan.

(Baca: Bank Dunia Pangkas Lagi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia)

Peraturan daerah (Perda) acapkali kontradiktif dengan regulasi pemerintah pusat. Selain itu, terlalu banyak peraturan menteri. Pada 2015 hingga 2018, terdapat 6.300 aturan menteri. Sehingga proses yang panjang juga memakan waktu yang lama.

Pemangkasan regulasi serta kerja sama antara pemerintah pusat dan pemda diharapkan mampu tingkatkan investasi Indonesia. Apalagi Indonesia berpotensi terkena imbas resesi, sehingga persoalan tersebut perlu ditanggapi serius.

Direktur Data Indonesia, Herry Gunawan menyesalkan potensi resesi masih belum ditanggapi serius oleh pemerintah. “Tragisnya, ada sensitivitas yang cenderung dimanipulasi. Seolah-olah tidak ada persoalan ekonomi di negara kita,” kata Herry.

Kendati demikian, data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, investasi di Indonesia sepanjang semester 1 2019 naik 9,4% menjadi Rp 395,6 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 361,1 triliun. Realisasi tersebut mencapai 49,9% dari target investasi tahun ini sebesar Rp 792 triliun

(Baca: Peringkat Daya Saing Indonesia Turun, Makin Tertinggal dari Malaysia)

Namun capaian investasi ini sebagian besar masih bersumber dari pertumbuhan penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang naik hingga 16,4% menjadi Rp 182,8 triliun. Sedangkan penanaman modal asing langsung (PMA) atau foreign direct investment (FDI) hanya naik 4%.

Sebelumnya pada 2018, PMA tercatat mengalami penurunan 8,78% menjadi Rp 392,7 triliun sepanjang 2018 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 430,5 triliun. Sebaliknya, terjadi akselerasi pertumbuhan PMDN. Realisasi investasi Indonesia beberapa tahun terakhir selengkapnya dapat dilihat dari databoks berikut ini.

Reporter: Yosepha Pusparisa