BI Ramal Aliran Masuk Modal Asing Bakal Makin Deras

ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI
Ilustrasi. Kebijakan Bank Sentral Eropa, Tiongkok, dan AS yang melonggarkan kebijakan moneter akan mendorong aliran modal asing makin deras ke negara emerging market.
Penulis: Agustiyanti
28/9/2019, 05.30 WIB

Bank Indonesia (BI) memperkirakan modal asing yang mengalir ke Indonesia bakal lebih deras pada tahun depan. Hal ini antara lain didorong oleh perlambatan ekonomi dan pelonggaran moneter yang dilakukan oleh negara-negara besar.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko memperkirakan likuiditas global bakal berlimpah dengan kebijakan bank sentral sejumlah negara besar yang mengantisipasi perlambatan ekonomi melalui sejumlah pelonggaran moneter. Bank Sentral Eropa (ECB) misalnya, baru-baru ini menurunkan suku bunga simpan menjadi -0,5% dan mengaktifikan quantitative easing. 

Lalu Tiongkok juga melonggarkan kebijakan moneter dengan memangkas kewajiban bank untuk menempatkan cadangan kas sehingga menambah likuiditas perbankan Negara Tembok Raksasa itu.

"The Fed sudah menurunkan bunga dua kali masing-masing 25 bps, ECB (Bank Sentral Eropa) juga sama longgar. Aliran modal diperkirakan akan masuk ke emerging market, termasuk Indonesia," ujar Onny saat memberikan pelatihan kepada wartawan di Kuta, Bali pada Jumat (27/9).

(Baca: Aliran Masuk Modal Asing Rp 189,9 T Hingga Pekan ke-3 September)

Kendati demikian, menurut Onny, aliran modal yang masuk akan bersifat volatile dan tergantung pada daya tarik imbal hasil (yield) masing-masing negara serta indeks kepastian berinvestasi di negara tersebut. Untuk memastikan modal asing masuk ke Indonesia, Onny menyebut pihaknya akan berupaya menjaga agar imbal hasil investasi di Tanah Air tetap menarik.

Dengan demikian, menurut dia, aliran modal asing yang masuk ke Indonesia pada tahun depan berpotensi lebih besar dari tahun ini. Berdasarkan catatan BI, aliran modal asing yang masuk hingga pekan ketiga tahun ini sudah mencapai Rp 190 triliun.

(Baca: Menko Darmin Sebut Rencana Pemakzulan Trump Berpotensi Untungkan RI)

Onny menjelaskan pelonggaran moneter yang dilakukan oleh bank sentral negara-negara besar dilakukan untuk mendorong perekonomian yang tengah melambat. 

BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun ini akan melambat dari 3,6% pada tahun lalu menjadi 3,2%. Sementara pada tahun depan, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan hanya akan naik tipis menjadi 3,3%.

Bank Sentral juga memproyeksi pertumbuhan ekonomi AS pada tahun ini akan melambat dari 2,9% tahun lalu menjadi 2,3% pada tahun ini dan 2% pada tahun depan. Demikian pula dengan ekonomi Tiongkok yang diperkirakan hanya akan tumbuh 6,2% tahun ini dan 6,1% pada tahun depan, melambat dari tahun lalu 6,6%.

(Baca: Tiga Kali Pangkas Bunga Acuan, BI Masih Buka Ruang Penurunan)

Nasib ekonomi negara kawasan Eropa pun menurut Onny, tak akan lebih baik. Menurut proyeksi BI, ekonomi Eropa hanya akan tumbuh 1,1% tahun ini dan membaik menjadi 1,4% tahun depan.

Senada, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menilai kondisi perlambatan ekonomi di negara-negara besar akan mendorong aliran modal asing ke negara emerging market semakin deras. Pasalnya, menurut dia, ekonomi negara berkembang, termasuk Indonesia masih cukup menjanjikan dengan imbal hasil investasi yang masih sangat menarik. 

"Kalau kita lihat negara maju seperti AS kan suku bunga diperkirakan akan turun ke kisaran 1,6%-1,8%, sehingga imbal hasil trasury 10 tahun sekitar 1,5%. Dengan ekonomi AS yang juga melambat dan suku bunga Eropa minus, yield kita akan sangat menarik," tambah dia. .