DPR Kejar Tayang RUU Kontroversial, Ketidakpastian Investasi Membesar

ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Penyelesaian sejumlah RUU yang dinilai terburu-buru memberi sinyal buruk bagi kepastian kebijakan.
Editor: Agustiyanti
21/9/2019, 20.26 WIB

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai penyelesaian sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) oleh DPR yang terkesan kejar tayang menimbulkan ketidakpastian terhadap investasi. Padahal dalam indeks daya saing, ketidakpasian hukum masuk dalam masalah utama Indonesia.

"Contohnya soal RUU KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kan uji publiknya belum tuntas, begitu juga revisi KUHP (Kitab UU Hukum Pidana), ada pasal soal perzinahan yang blunder bagi bisnis pariwisata karena pasal karet," ungkapnya kepada Katadata.co.id, Sabtu (21/9).

Menurut Bhima, ketidakpastian hukum membuat investor makin enggan menanamkan modal di Tanah Air. Padahal saat ini saja, Indonesia tak menjadi pilihan investasi negara yang ingin merelokasi bisnisnya dari Tiongkok sebagai dampak perang dagang. 

Sebelumnya, Bank Dunia menyebut terdapat 33 perusahaan asal Tiongkok yang memindahkan bisnis dari negara asalnya ke sejumlah negara.  ke InNamu, tak ada satu pun yang ke Indonesia.  Salah satu penyebabnya, menurut Bank Dunia, proses investasi di Indonesia yang membutuhkan waktu lebih dari satu tahun.

(Baca: Tiga Revisi Aturan Kontroversial di Masa Akhir Anggota Dewan)

"Investor kini mencari negara dengan kebijakan yang bisa diprediksi. Wajar mereka pindahnya ke Vietnam, Thailand bukan ke indonesia," kata Bhima.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan rasio investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia masih kalah jika dibanding Vietnam.

Rasio investasi terhadap pertumbuhan ekonomi (ICOR) nasional masih mencapai 6,6% sehingga pertumbuhan ekonomi hanya 5,1%. Padahal, Vietnam memiliki tingkat ICOR hanya sekitar 4,6% dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 7%. Adapun semakin tinggi rasio investasi terhadap pertumbuhan ekonomi, semakin rendah tingkat efisiensi produksi nasional.

(Baca: Penyebab 33 Perusahaan Tiongkok Tak Pilih Investasi ke Indonesia)

"Penting sekali kita rancang dengan tepat konfigurasi investasi sehingga ekspor juga bisa didorong lebih tinggi lagi," kata di Jakarta, Jumat (9/8).

Adapun realisasi investasi pada semester I 2019 mencapai Rp 395,6 triliun, tumbuh 9,4% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 361,6 triliun.

Capaian investasi pada enam bulan pertama 2019 tersebut setara 49,9% dari target investasi sepanjang 2019 yang sebesar Rp 792 triliun. Realisasi investasi juga tercatat meningkat secara triwulanan, meskipun peningkatannya hanya sekitar 2,8%.