Pemerintah berencana mengubah aturan rentang golongan penghasilan dalam perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi (OP). Dengan perubahan tersebut, tarif PPh Orang Pribadi berpotensi turun.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan menjelaskan, pihaknya akan mengubah besaran rentang tarif pada masing-masing golongan. Hal ini dilakukan lantaran rentang tarif yang ada saat ini sudah tak relevan.
"Kami akan perbaiki bracket-nya (golongan tarif) sehingga secara efektif tarifnya (PPh) akan turun," ujar Robert di Jakarta, Jumat (6/9).
Ia menjelaskan tak akan mengubah jumlah golongan dan besaran tarif yang saat ini terdiri dari empat golongan. Hanya saja, rentang nilai atau pendapatan kena pajak (PKP) yang dipatok pada setiap golongan akan diubah.
Sat ini, terdapat empat lapisan atau golongan dalam perhitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP). Pertama, penghasilan kena pajak (PKP) hingga Rp 50 juta per tahun dikenakan tarif 5%. Kedua, PKP di atas Rp 50 juta hingga Rp 250 juta dikenakan tarif 15%.
(Baca: Postur Sementara RAPBN 2020 Disepakati Banggar, Begini Rinciannya)
Ketiga, PKP di atas Rp 250 juta hingga Rp 500 juta dikenakan tarif 15%. Keempat PKP di atas Rp 500 juta dikenakan tarif 30%.
Adapun PKP merupakan penghasilan wajib pajak setelah dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Saat ini, pemerintah menetapkan PTKP untuk wajib pajak tidak kawin sebesar Rp 54 juta. Kemudian untuk wajib pajak kawin, PTKP ditambah Rp 4,5 juta dan tambahan lagi Rp 4,5 juta untuk setiap anggota keluarga yang menjadi tanggungan paling banyak 3 orang.
"Layer tetap, nominalnya berubah. Jadi bisa saja nanti untuk tarif 5%, rentang (PKP) diubah jadi Rp 50 juta hingga Rp 100 juta. Kemudian misalnya tarif 30% untuk (PKP) Rp 500 juta, nanti bisa diubah apakah menjadi Rp 1 miliar," kata dia.
Ia menjelaskan revisi tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Menurut dia, perubahan ketentuan pajak itu tak perlu masuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perpajakan yang saat ini digodok pemerinta lantaran tak mengubah klasifikasi tarif.
(Baca: Dokumen Digital Bakal Kena Bea Meterai, Berapa Potensi Pajaknya?)
Di sisi lain, menurut Robert, pemerintah akan mengubah rezim perpajakan orang pribadi dengan menggunakan sistem worldwide income atau berdasarkan teritorial.
"Di RUU ini direncanakan sistem teritorial, dimana wajib pajak membayar pajak atas penghasilannya sepanjang sumbernya dari domestik," jelas dia.
Ia menjelaskan pengubahan dilakukan lantaran pada sistem yang lama, warga negara yang tidak pernah tinggal di Indonesia seakan-akan dipaksa menjadi wajib pajak dalam negeri. Padahal, penghasilan mereka sama sekali tidak ada di Indonesia.
Dengan demikian, tanggungan pajak warga negara Indonesia (WNI) atau warga negara asing (WNA) akan bergantung pada masa tinggal mereka di Indonesia. "Sehingga siapapun WNI atau WNA yang tinggal lebih dari 183 hari di Indonesia otomatis akan menjadi subjek pajak di Indonesia," jelas dia.