Nilai tukar rupiah dibuka menguat 0,08% menjadi Rp 14.189 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini (2/9), berdasarkan data Bloomberg. Mayoritas mata uang Asia juga perkasa terhadap dolar AS.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mencatat, rupiah dan sebagian besar mata uang Asia menguat terhadap dolar AS sejak akhir pekan lalu."Hal ini seiring dengan perbaikan sentimen risiko di tengah meredanya ketegangan tensi dagang antara AS-Tiongkok," katanya kepada Katadata.co.id, Senin (2/9).
Saat berita ini ditulis, sebagian besar mata uang Asia memang menguat terhadap mata uang Negeri Paman Sam. Penguatannya sebesar 0,09% untuk Yen Jepang, dolar Hongkong 0,01%, rupee India 0,52%, ringgit Malaysia 0,28% dan baht Thailand 0,03%.
(Baca: Tensi Perang Dagang Turun, Rupiah Menguat ke 14.197 per dolar AS)
Seiring dengan penguatan rupiah, imbal (yield) Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun pun menurun 0,5% menjadi 7,33%.
Josua menjelaskan, pembicaraan antara AS dan Tiongkok mendorong penguatan rupiah. "Kedua negara mempertahankan komunikasi yang efektif mengenai masalah perdagangan," kata Josua.
Sebelumnya, Presiden Donald Trump mengatakan AS dan Tiongkok dijadwalkan akan melakukan pembicaraan tentang perdagangan. Karena itu, Josua memperkirakan negosiasi terkait perang dagang ini akan membatasi penguatan rupiah lebih lanjut. Ia pun memprediksi rupiah berada di rentang Rp 14.175-Rp 14.250 per dolar AS pada hari ini.
(Baca: Jelang Kenaikan Tarif, AS-Tiongkok Beri Sinyal Bakal Berunding)
Sebagaimana diketahui, AS resmi menerapkan tarif tambahan sebesar 15% terhadap produk impor Tiongkok senilai US$ 110 miliar. Barang-barang mencakup 3.243 jenis barang, termasuk di dalamnya produk furnitur, jam tangan pintar, dan juga pakaian.
Sedangkan kenaikan tarif terhadap sisa impor Tiongkok ke AS yang mencakup 555 jenis barang, termasuk produk telepon pintar atau smartphone, akan ditunda hingga 15 Desember 2019, untuk mengantisipasi kenaikan harga pada belanja Natal yang sudah semakin dekat.
Dengan berlakunya tarif baru tersebut, rata-rata tarif impor Tiongkok ke AS naik 3% menjadi di atas 21%. Besaran tarif ini setara dengan biaya yang berlaku selama era proteksionisme pra-Perang Dunia II. Sebaliknya rata-rata tarif Tiongkok terhadap impor asal AS naik menjadi 22 %.
Di saat yang sama, Tiongkok membalas penerapan tarif baru tersebut dengan penambahan tarif sebesar 5-10% terhadap impor dari AS senilai US$ 75 miliar. Pada 1 September ini tarif baru akan berlaku terhadap 1.717 jenis barang termasuk kedelai dan minyak mentah. Sedangkan pada 15 Desember akan berlaku tarif baru terhadap 3.361 jenis barang termasuk mobil.
(Baca: Surat Utang Kebanjiran Dana Asing, Modal Masuk Hingga Agustus Rp 181 T)