Respons Defisit Transaksi Berjalan Tembus 3%, Sri Mulyani Cuma Senyum

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Menteri Keuangan Sri Mulyani enggan mengomentari angka defisit transaksi berjalan yang membengkak pada kuartal II 2019.
Penulis: Michael Reily
Editor: Agustiyanti
9/8/2019, 13.25 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati enggan menanggapi pertanyaan wartawan terkait defisit transaksi berjalan (CAD) yang membengkak pada kuartal II 2019 menjadi US$8,4 miliar atau mencapai 3,04% terhadap Produk Domestiki Bruto (PDB). Data defisit transaksi berjalan tersebut baru dirilis BI hari ini, Jumat (9/8). 

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini ditemui saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.  Ia menyampaikan pemerintah akan terus mengupayakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global yang meningkat.

"Kami akan terus meningkatkan upaya untuk menyelesaikan itu seperti yang selama ini sudah disampaikan," jelas dia usai menjadi pembicara dalam seminar yang digelar di Jakarta, Jumat (9/8). 

Kendati demikian, Sri Mulyani hanya tersenyum tipis ketika wartawan menanyakan kinerja defisit transaksi berjalan yang memburuk pada kuartal II 2019. Sambil menggelengkan kepala, dia berjalan meninggalkan wartawan untuk masuk ke mobil dinas dan pergi dari lokasi acara. 

(Baca: Defisit Transaksi Berjalan Kuartal II 2019 Bengkak Tembus 3% PDB)

Hari ini, BI merilis data defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2019 yang tercatat mencapai US$ 8,4 miliar atau sebesar 3% dari PDB. Defisit itu melebar dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 8 miliar.

Berdasarkan data BI, meningkatnya defisit transaksi berjalan dipengaruhi oleh perilaku musiman repatriasi dividen dan pembayaran bunga utang luar negeri. Selain itu, BI juga menyebut kondisi perekonomian global sedang tidak menguntungkan.

"Pada kuartal kedua 2019, defisit neraca pendapatan primer membesar didorong faktor musiman peningkatan kebutuhan repatriasi dividen dan pembayaran bunga utang luar negeri," jelas BI dalam laporan Neraca Pembayaran Indonesia kuartal II 2019.

Di sisi lain BI mengungkapkan defisit transaksi berjalan juga disebabkan oleh memburuknya kinerja ekspor Indonesia pada kuartal II 2019 akibat harga komoditas yang tak bersahabat. Ekspor nonmigas tercatat turun dari kuartal I 2019 sebesar US$38,2 miliar menjadi US$ 37,2 miliar. Adapun defisit migas meningkat dari US$ 2,2 miliar menjadi US$ 3,2 miliar.

(Baca: Aliran Modal Asing Deras, Neraca Pembayaran Kuartal II Masih Defisit)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo berkali-kali mengeluhkan masalah defisit transaksi berjalan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Ia menyebut defisit tersebut sebenarnya dapat diatasi dengan mendorong investasi dan ekspor.

"Problem kita defisit transaksi berjalan dan neraca dagang. Artinya kita butuh investasi dan ekspor," ungkapnya beberapa waktu lalu. 

Jokowi mengeluhkan izin investasi usaha yang masih berbelit-belit. Ia mengklaim, ada banyak investor yang tertarik masuk ke Indonesia sejak ia memerintah. Namun, rencana itu urung terlaksana karena perizinan di Indonesia rumit. “Jengkel saya,” keluhnya.

Dia mencontohkan, perizinan pembangkit listrik tenaga uap, tenaga angin, serta tenaga panas bumi masih rumit. "Lima tahun lalu saya cek 259 izin. Apa tidak terengah-engah investor? Siapa yang kuat? Bisa 10 koper (dokumen perizinannya),” pungkas dia. 

Reporter: Michael Reily