Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan nilai tukar rupiah cenderung menguat sejak awal tahun. Penguatan rupiah disebabkan oleh defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang relatif terjaga.
Investasi asing yang masuk ke Indonesia juga turut menopang penguatan tersebut. "Secara tahun kalender, rupiah terapresiasi 2,64 % dan nilai tukar rupiah bergerak stabil dan cenderung menguat," kata Perry di kantornya, Selasa (30/7).
Hingga 26 Juli 2019, tercatat aliran modal asing yang masuk ke Indonesia berjumlah Rp 193,2 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari Rp 120,1 triliun masuk ke Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 72,1 triliun ke pasar saham.
Selain itu, sejumlah indikator perekonomian nasional tetap terjaga dengan baik. Seperti inflasi yang tetap rendah di 3,2 % secara bulanan atau month to month (mom). Dia pun memperkirakan inflasi di akhir 2019 lebih rendah dari titik tengah 3,5 % plus minus satu.
(Baca: BI: Hingga Minggu Keempat Juli 2019 Modal Asing Masuk Capai Rp 192,5 T)
Dengan stabilitas nilai rupiah dan inflasi yang terjaga, seluruh kebijakan Bank Indonesia akan diarahkan untuk mendukung momentum pertumbuhan ekonomi. Seperti kebijakan giro wajib minimum (GWM) yang turun 50 basis poin pada Juni 2019. Setelah itu, suku bunga acuan juga dipangkas 25 basis poin pada Juli ini.
Kebijakan sistem pembayaran bank sentral juga diarahkan untuk mendorong perekonomian dan memperluas kemajuan dalam mengembangkan keuangan digital. Kebijakan tersebut sejalan dengan sistem pembayaran Indonesia yakni QR Indonesia Standar (QRIS) yang telah dirilis pada Mei lalu.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) juga akan dibuat lebih murah, cepat, dan besar. "Mulai 1 September, SKNBI yang awalnya di-settle dari lima kali sekarang menjadi sembilan kali. Dari jumlahnya Rp 500 juta nanti bisa sampai Rp 1 miliar dan biayanya dari Rp 5.000 diturunkan jadi Rp 3.500 untuk memudahkan," ujar Perry.
(Baca: BI Beri Sinyal Akan Lanjutkan Penurunan Suku Bunga Acuan)