Bank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75%. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan dengan adanya penurunan suku bunga ini, maka seluruh kebijakan bank sentral akan mendukung pertumbuhan ekonomi.
"BI memandang masih terbuka ruang bagi kebijakan moneter yang akomodatif. Salah satunya bisa penurunan suku bunga kembali," ujarnya dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubenur di kantornya, Jakarta, Kamis (18/7).
Penurunan suku bunga ini dinilai Perry sebenarnya sudah dibicarakan sejak awal tahun. Namun, ia merasa saat ini waktunya lebih tepat dikarenakan beberapa bulan lalu pasar keuangan global sedang dirundung ketidakpastian. Meskipun saat ini perang dagang AS dan Tiongkok tak kunjung usai, namun sudah ada kesepakatan kedua belah pihak untuk menuju ke meja perundingan di pertemuan G20 Osaka, Jepang, kemarin.
Dari grafik Databoks berikut ini, terlihat penurunan suku bunga yang terjadi hari ini merupakan yang pertama sejak 2019. Nilai suku bunga acuan di level 6% tak berubah sejak November lalu.
(Baca: Jaga Pertumbuhan Ekonomi, BI Turunkan Suku Bunga Acuan Jadi 5,75%)
Morgan Stanley memperkirakan BI akan memangkas suku bunga empat kali pada akhir tahun ini. Pemangkasan tersebut diyakini untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Mengutip dari Bloomberg, Head of Asia-ex Japan FX & Rates Strategy Morgan Stanley Hong Kong Min Dai mengatakan, BI memiliki ruang untuk memangkas suku bunga acuannya menjadi 5%. "Pemangkasan ini karena lebih rendahnya yield (imbal hasil) US Treasury dan penurunan harga minyak dunia," katanya kemarin.
Tahun lalu, BI sempat menaikkan suku bunga karena yield US Treasury dan harga minyak yang naik. Sementara, pada tahun ini kedua faktor itu tidak terjadi di pasar. Hal ini, menurut Dai, memberikan kesempatan yang sangat bagus bagi BI untuk melakukan sedikit pelonggaran.
Dai menambahkan, pemangkasan suku bunga di Indonesia akan membantu menstabilkan mata uang dan memungkinkan obligasi negara untuk memperpanjang reli baru-baru ini.
Ia juga turut memperkirakan rupiah akan berada di level Rp 14 ribu per dolar AS di akhir tahun, sebelum menguat ke level Rp 13.800 per dolar AS pada Maret 2020. Sementara itu, ia memproyeksikan yield Surat Utang Negara (SUN) untuk tenor 10 tahun akan turun menjadi 7% pada akhir Desember.
(Baca: DBS Prediksi Bunga Acuan BI Turun 0,75% Hingga 2020)
BI kemungkinan besar akan bergabung dengan bank sentral negara-negara lain untuk menurunkan suku bunga acuannya karena perlambatan pertumbuhan global dan meningkatnya ketegangan perdagangan meyakinkan bank sentral di seluruh dunia untuk melonggarkan kebijakan.
Selain itu, sikap dovish bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) akan meningkatkan daya tarik aset-aset di pasar negara berkembang. Sehingga, Dai menilai BI tak perlu mengkhawatirkan keluarnya aliran modal asing yang akan terjadi jika suku bunga diturunkan.
Ia pun turut merekomendasikan investor untuk membeli obligasi Indonesia untuk mendapat keuntungan tambahan dari apresiasi mata uang. Indonesia juga tidak terlalu terpengaruh oleh ketegangan perdagangan karena pertumbuhan ekonominya didominasi oleh konsumsi domestik. "Dolar AS akan melemah hingga akhir tahun ini. Kami pikir pertumbuhan global akan turun dan pendapatan global akan mengejutkan pada sisi negatifnya," ucap dia.
(Baca: Kurs Rupiah Cenderung Kuat Jelang Pengumuman Bunga Acuan BI)