Kondisi Pasar Mendukung, BI Diprediksi Pangkas Bunga Acuan 0,25%

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (kanan) didampingi Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto (tengah) dan Dody Budi Waluyo (kiri), menyampaikan keterangan pers tentang hasil Rapat Dewan Gubernur BI bulan April 2019 di kantor pusat BI, Jakarta, Kamis (25/4/2019).
17/7/2019, 15.50 WIB

Bank Indonesia (BI) tengah menggelar rapat Dewan Gubernur untuk menentukan kebijakan bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate. Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi, BI akan memangkas bunga acuan yang sudah delapan bulan bertengger di level 6%.

Prediksi ini sejalan dengan sinyal kuat penurunan bunga bank sentral Amerika Serikat (AS). Selain itu, penguatan nilai tukar rupiah yang cukup signifikan ke bawah Rp 14.000 per dolar AS, serta stabilnya inflasi di kisaran target yaitu 2,5%-4,5%.

"Setelah pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) kemarin, BI akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,75% pada bulan ini," kata Josua saat dihubungi katadata.co.id, Rabu (17/7).

(Baca: Ekonomi Tumbuh di Bawah Target, Asumsi Makro Semester I 2019 Meleset )

Ia menambahkan, AS dan Tiongkok juga sepertinya tidak akan melanjutkan perang dagang. Hal ini membuat kondisi pasar semakin kondusif. "Sentimen pasar saat ini cukup baik ditandai dengan inflow yang cukup tinggi sepanjang semester I tahun ini," ujarnya.

BI melansir, aliran masuk modal asing dari awal tahun hingga 4 Juli lalu telah mencapai Rp 170,1 triliun. Sebagian besar masuk ke Surat Berharga Negara (SBN) yaitu Rp 98,5 triliun dan sisanya saham Rp 71,5 triliun.

Perbaikan defisit transaksi berjalan juga dinilai Josua menjadi faktor yang mendukung pemangkasan bunga acuan. "Tahun lalu suku bunga dinaikkan karna defisit transaksi berjalan kita hampir 3%. Kalau tahun ini arahnya akan menyusut di bawah itu ke nilai 2,6%," ujarnya.

(Baca: BI Prediksi Neraca Pembayaran Kuartal II Surplus US$ 3 Miliar)

Josua menilai, penurunan GWM yang dilakukan BI bulan lalu sudah memperbaiki likuiditas perbankan. Namun, penurunan GWM hanya berdampak kepada sistem keuangan. Maka itu, penurunan suku bunga acuan lebih tepat dilakukan agar kebijakan moneter BI bisa dirasakan oleh sektor riil.

Bunga acuan yang lebih rendah menunjukkan sokongan BI yang lebih besar untuk pertumbuhan ekonomi. "Walaupun pertumbuhan ekonomi bukan prioritas BI, tapi BI tetap harus menjaga momentumnya," kata Josua.

Reporter: Agatha Olivia Victoria