Defisit Neraca Dagang Mei 2019 Diperkirakan Susut Jadi US$ 1,2 Miliar

Ilustrasi pelabuhan ekspor-impor. Direktur riset Center Of Reform on Economics Pieter Abdullah Redjalam memperkirakan neraca perdagangan pada bulan Mei 2019 masih akan defisit di kisaran US$ 700 juta hingga US$ 1,2 milliar.
24/6/2019, 08.09 WIB

Direktur riset Center Of Reform on Economics Pieter Abdullah Redjalam memperkirakan neraca perdagangan pada bulan Mei 2019 masih akan defisit. "Neraca perdagangan masih akan defisit di bulan Mei walaupun tidak akan sebesar defisit pada bulan lalu," ujarnya saat dihubungi Katadata.co.id, Jumat (21/6).

Sebelumnya, neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 mengalami defisit US$ 2,5 miliar atau setara Rp 36 triliun. Angka ini merupakan yang terdalam sepanjang sejarah.

Merosotnya kinerja ekspor serta meningkatnya impor membuat defisit neraca perdagangan kembali di atas US$ 2 miliar dalam lima bulan terakhir. Defisit neraca perdagangan migas naik hampir tiga kali lipat menjadi US$ 1,49 miliar dan neraca dagang nonmigas juga terjadi defisit senilai US$ 1 miliar. Keduanya memicu terpuruknya kinerja perdagangan domestik.

Indonesia juga sempat mencatat defisit perdagangan yang cukup besar, yakni mencapai US$ 2,3 miliar pada Juli 2013 seiring naiknya harga minyak mentah yang membuat impor migas melonjak 155% menjadi US$ 1,86 miliar. Demikian pula impor non migas melonjak tiga kali lipat menjadi US$ 450 juta.

(Baca: Triwulan II-2019, BI Perkirakan Surplus Neraca Pembayaran Akan Membaik)

Dengan pertimbangan bulan Mei yang bertepatan dengan Ramadan dan persiapan Lebaran, impor barang-barang konsumsi akan tinggi. Pieter memperkirakan neraca perdagangan masih akan defisit di kisaran US$ 700 juta hingga US$ 1,2 milliar. Ia memastikan di bulan apapun itu jika sudah bertepatan dengan Ramadan, maka impor barang konsumsi termasuk bahan baku dan pangan dipastikan akan melonjak.

Selain itu, impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dinilai Pieter mengalami kenaikan pada bulan lalu. Hal ini dipicu kebutuhan para pemudik yang kebanyakkan menggunakan jalur darat sebagai pilihan untuk kembali ke kampung halaman. "Pastinya kan kebutuhan BBM kita di Mei lebih besar," katanya.

Sementara untuk ekspor, masih akan melambat. Perlambatan ini disebabkan oleh stagnasi harga yang ada. Tak hanya itu, permintaan barang yang tidak menunjukkan peningkatan secara signifikan juga masih terjadi karena ketidakpastian global akibat perang dagang turut mendukung.

(Baca: Ekonomi Melambat, Analis Nilai Defisit Dagang Harus Segera Diperbaiki )