CORE: Penurunan Giro Wajib Minimum Lebih Efektif Dorong Kredit

Katadata
Ilustrasi kartu kredit. Kebijakan BI memperlonggar GWM dinilai lebih efektif mendorong pertumbuhan kredit ketimbang menurunkan suku bunga acuan.
21/6/2019, 10.57 WIB

Bank Indonesia (BI) menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah pada Rapat Dewan Gubernur (RDG)), kemarin (20/6). Kebijakan ini, menurut Direktur riset Center On Reform of Economics (CORE) Pieter Abdullah Redjalam lebih efektif untuk mendorong kredit ketimbang menurunkan suku bunga acuan.

Pieter menyampaikan, penurunan suku bunga acuan pada 2016-2017 tidak berdampak signifikan terhadap likuiditas perbankan. “Itu karena tidak diiringi pelonggaran operasi moneter (seperti penurunan GWM), sehingga dampaknya terhadap likuiditas tidak besar, saat itu," kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (21/6).

Alhasil, penurunan suku bunga acuan pada saat itu tak lantas mendorong penyaluran kredit oleh perbankan. Padahal, BI menurunkan bunga acuan atau BI 7 Days Repo Rate dari 7,25% menjadi 4,25% selama 2016-2017.

(Baca: BI Kembali Tahan Suku Bunga 6% dan Turunkan Giro Wajib Minimum Rupiah)

Pada RDG bulan ini, BI memperlonggar GWM rupiah sebesar 50 basis poin (bps) untuk bank konvensional dan bank syariah maupun unit usaha syariah. Dengan begitu, GWM rupiah untuk bank konvensional menjadi 6% dan untuk bank syariah 4,5% yang berlaku mulai 1 Juli 2019.

Selain itu, BI mempertahankan GWM rata-rata 3%. Denga kebijakan ini, Pieter memperkirakan penyaluran kredit bisa tumbuh sekitar 12%-13% tahun ini. Dengan kenaikan penyaluran kredit, ia optimistis momentum pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2% bisa terjaga hingga akhir tahun.

Gubernur BI Perry Warjiyo sebelumnya menyampaikan, penurunan rasio GWM rupiah ini bisa menambah pasokan likuiditas perbankan hingga Rp 25 triliun. "Ini komitmen kami untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penambahan likuiditas," kata dia.

(Baca: Kenaikan Rasio Intermediasi Diharapkan Tekan Perang Suku Bunga Bank )

BI mencatat rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan 23,1% per April 2019. Sedangkan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) 2,6% (gross) atau 1,2% (net).

Dari sisi intermediasi, pertumbuhan kredit pada April tercatat 11,1% secara tahunan (year on year/yoy). Pertumbuhan kredit ini turun dibanding Maret yang sebesar 11,5% yoy. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada April tercatat 6,6%, juga menurun dibanding Maret sebesar 7,2%.

Meski begitu, likuiditas perbankan pada April 2019 tetap terjaga. Hal itu tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) 20,2%, meskipun terindikasi menurun pada Mei 2019.

(Baca: Demi Memacu Kredit, BI Naikkan Batas Rasio Intermediasi Hingga 94%)

Reporter: Agatha Olivia Victoria