Bank Indonesia (BI) kembali menahan BI 7-Day Reverse Repo Rate di level 6%. Ini artinya, bank sentral tidak mengubah angka suku bunga acuan sejak November lalu.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan ini berdasarkan pertimbangan kondisi global, neraca pembayaran, dan inflasi yang masih rendah. "BI mempertahankan suku bunga untuk menjaga stabilitas eksternal dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” katanya dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur BI di kantornya, Jakarta, Kamis (20/6).
Selain mempertahankan suku bunga, BI juga menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah untuk bank umum konvensional dan bank umum syariah sebesar 50 basis poin, jadi masing-masing menjadi 6% dan 4,5%. Penurunan ini berlaku efektif pada 1 Juli 2019.
Perry menjelaskan, turunnya GWM bisa menambah likuiditas perbankan sebesar Rp 25 triliun. "Ini komitmen kami untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penambahan likuiditas," ujar Perry.
Keputusan bank sentral sejalan dengan prediksi analis sebelumnya. Ekonom Universitas Indonesia Telisa Aulia Fanty mengatakan, BI akan mengikuti keputusan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed). Suku bunga acuan Negeri Paman Sam bertahan di level 2,25%-2,5%.
(Baca: The Fed Tahan Bunga Acuan, Rupiah Perlahan Menguat)
Dalam kondisi ketidakpastian perang dagang dan jelang pertemuan G20 di Osaka, Jepang, menurut dia, BI lebih baik menahan suku bunga acuannya. Telisa menambahkan, bank sentral juga akan melakukan hal itu seiring dengan proses hukum terkait Pemilu 2019 yang sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi. "BI cenderung konvensional ya, kemungkinan besar tetap," ujarnya saat dihubungi Katadata.co.id.
Ia mengatakan, menahan suku bunga BI memang menjadi salah satu penghambat laju pertumbuhan. "Tapi tujuan utama BI itu stabilitas, bukan growth. Meskipun pertumbuhan ekonomi tetap dipertimbangkan," kata dia. Telisa kembali menilai, jika nantinya suku bunga acuan turun, BI akan tetap menunggu arah kebijakan The Fed.
(Baca: Ada Sentimen Perang Dagang, Bank Sentral AS Pertahankan Bunga Acuan)
Hal senada juga diutarakan oleh Analis Samuel Sekuritas Indonesia Lana Soelistiyaningsih. "Kalau kami perkirakan BI akan tetap menahan suku bunga, The Fed kan tetap," katanya ketika dihubungi terpisah. Meskipun, BI sebelumnya memberikan sinyal akan menurunkan suku bunga acuan, namun data neraca dagang yang belum membaik membuat bank sentral harus menahan rencana itu.
Apalagi spread obligasi Indonesia dengan AS saat ini cukup lebar, menurut Lana, BI tak perlu menurunkan bunga acuan. "Kalau diturunkan, perbedaan suku bunga antara obligasi AS 10 tahun dengan obligasi Indonesia 10 tahun makin melebar," ucap dia.
Selain itu, jika suku bunga diturunkan, yield atau imbal hasil obligasi akan menurun, sedangkan harga obligasi akan meningkat dan menghilangkan ketertarikan investor pada obligasi Indonesia.
Karena itu, Lana menyarankan BI menunggu terlebih dahulu sambil melihat data dalam negeri. BI juga perlu menanti The Fed yang sudah memberi sinyal penurunan suku bunga acuannya. Adapun The Fed pada rapat komite pasar federal terbuka/Federal Open Market Committee (FOMC) semalam memberi sinyal akan menurunkan suku bunga sekitar 50 basis poin pada Juli nanti.
Lana menjelaskan, sinyal The Fed menurunkan suku bunga akan terjadi sebanyak dua kali pada tahun ini. Namun, jika BI akan ikut menurunkan suku bunga, penurunan ini belum tentu akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Kalau tujuan BI meningkatkan ekonomi, tidak cukup penurunan dua kali, minimal empat kali atau balik lagi ke level 5%," tutup Lana.
(Baca: BI Diprediksi Tahan Suku Bunga, IHSG Dibuka Naik 0,11%)