Kemenkeu: Pemeriksaan Auditor Laporan Keuangan Garuda Masuk Finalisasi

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah masuk tahap finalisasi terhadap pemeriksaan auditor laporan keuangan 2018 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
18/6/2019, 19.06 WIB

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah masuk tahap finalisasi terhadap pemeriksaan auditor laporan keuangan 2018 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto mengatakan, jika sudah ada keyakinan pelanggaran dalam standar pencatatan keuangan Garuda, maka ada sanksi untuk auditornya, yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan.

Sanksinya tergantung level pelanggaran, dari mulai berat, ringan, skorsing, sampai pembekuan. “Nanti ada rekomendasi dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK),” ujar Hadiyanto di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/6).

Sebelum memutuskan hal itu, Kementerian akan bertemu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saat ini OJK melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan itu karena Garuda merupakan perusahaan terbuka. “Kami akan bertemu OJK untuk menyikapi hasil pemeriksaan mereka dan P2PK,” kata Hadiyanto.

Kementerian dan OJK berencana menggelar konferensi pers bersama soal hasil pemeriksaan masing-masing pihak. Hal ini, menurut dia, penting untuk memberikan transparansi kepada publik.

(Baca: BEI Nilai Janggal Laporan Keuangan Garuda Triwulan I-2019)

KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan merupakan anggota BDO International. Kasus laporan keuangan maskapai pelat merah itu bermula dari dua komisarisnya, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, yang menyoroti pencatatan akuntansi pada laporan kinerja keuangan perusahaan 2018.

Keduanya menilai pencatatan akuntansi dalam laporan keuangan tersebut tidak sesuai dengan standar pencatatan akuntansi. Alhasil, mereka menolak untuk menandatangani laporan keuangan tersebut. Mereka menilai, seharusnya Garuda Indonesia mencatatkan rugi tahun berjalan senilai US$ 244,95 juta. Namun, di dalam laporan keuangan malah tercatat memiliki laba tahun berjalan senilai US$ 5,01 juta.

Keberatan mereka didasarkan pada perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan yang ditandatangani oleh anak usaha Garuda Indonesia, yakni PT Citilink Indonesia dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata). Pendapatan dari Mahata yang sebesar US$ 239,94 juta, menurut mereka, tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018.

Berdasarkan dokumen yang didapatkan oleh awak media tertanggal 2 April 2019, sikap kedua komisaris tersebut didasarkan kepada tidak ada pembayaran yang telah dilakukan oleh Mahata meskipun telah terpasang satu unit alat wifi di Citilink. Bahkan dalam perjanjian dengan Mahata, tidak tercantum term of payment karena pada saat itu masih dinegosiasikan cara pembayarannya.

(Baca: OJK Belum Pelajari Kontrak Garuda dengan Mahata)

Reporter: Agatha Olivia Victoria