Bank Dunia Prediksi Ekonomi Asia Timur dan Pasifik Melemah Tahun Ini

Katadata | Arief Kamaludin
Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik sebesar 6% pada 2019 dan 2020, melemah dari 6,3% pada 2018.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Sorta Tobing
11/6/2019, 12.20 WIB

Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik mencapai 6% pada 2019 dan 2020, atau melemah dari 6,3% pada 2018. Penurunan ini disebabkan oleh tantangan global serta perlambatan pertumbuhan Tiongkok.

"Sebagian besar hal ini mencerminkan tantangan global serta perlambatan pertumbuhan Tiongkok secara bertahap yang sengaja dilakukan melalui kebijakan negara tersebut," demikian tertulis dalam siaran pers yang dikutip Katadata.co.id, Selasa (11/6).

Pada 2018, ekonomi Asia Timur dan Pasifik dinilai mampu mengatasi gejolak pasar keuangan. Kemampuan tersebut sebagian besar disebabkan oleh kerangka kerja kebijakan yang efektif dan fundamental yang kuat, termasuk diversifikasi ekonomi, nilai tukar yang fleksibel, dan penyangga kebijakan yang solid.

Pertumbuhan perdagangan global secara sedang kemungkinan akan terus berlanjut. Hal ini berdasarkan laporan World Bank East Asia and Pacific Economic Update edisi April 2019 dengan judul Managing Headwinds.

(Baca: Peringkat Indonesia Naik, Saatnya Perbaiki Investasi Langsung Asing)

Dalam laporan tersebut, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Victoria Kwakwa mengatakan, pertumbuhan yang tangguh di kawasan Asia Timur dan Pasifik akan berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan. "Hingga tahun 2021, kami memperkirakan kemiskinan ekstrem akan turun di bawah 3%,” katanya.

Namun, setengah miliar penduduk di kawasan tersebut diperkirakan masih tidak aman secara ekonomi, dan berisiko kembali jatuh dalam kemiskinan. Ini artinya, masih ada tantangan besar yang dihadapi para pembuat kebijakan.

Perlambatan Tiongkok diperkirakan akan sebesar 6,2% pada 2019 dan 2020, turun dari pertumbuhan tahun lalu sebesar 6,6%. Sementara, pertumbuhan di Indonesia dan Malaysia diproyeksikan tidak akan berubah pada 2019.

Di sisi lain, tingkat pertumbuhan di Thailand dan Vietnam diperkirakan akan sedikit lebih rendah pada 2019. Di Filipina, penundaan pengesahan anggaran pemerintah nasional untuk tahun ini diperkirakan akan membebani pertumbuhan PDB pada 2019. Namun, pertumbuhan Filipina diperkirakan akan meningkat pada 2020.

(Baca: Mendag Nilai Kesepakatan G20 Penting Menekan Tensi Perang Dagang)

Sementara, prospek pertumbuhan ekonomi negara-negara kecil di Asia Timur dan Pasifik tetap baik. Proyek infrastruktur besar diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan Laos dan Mongolia. Kemudian, pertumbuhan Kamboja diproyeksikan akan tetap kuat, meskipun melambat dibanding dengan 2018 karena permintaan eksternal yang lebih lemah dari perkiraan.

Adapun, kebijakan fiskal ekspansif diharapkan akan mendorong pertumbuhan di Myanmar dalam jangka pendek. Sementara, reformasi struktural di Myanmar diharapkan akan mendukung pertumbuhan dalam jangka menengah.

Di Papua Nugini, pertumbuhan ekonominya diperkirakan akan meningkat pada tahun ini, sejalan dengan pulihnya negara itu dari bencana gempa bumi pada 2018. Sementara pertumbuhan di Fiji diproyeksikan akan terus meningkat, meskipun dengan kecepatan yang sedang karena upaya rekonstruksi hampir selesai setelah terjadinya topan tropis beberapa waktu lalu.

Meskipun prospek ekonomi untuk Asia Timur dan Pasifik umumnya tetap positif, Bank Dunia mengingatkan kawasan tersebut menghadapi tekanan yang meningkat sejak 2018 dan bisa berdampak buruk. "Ketidakpastian masih berlanjut akibat perlambatan di negara maju, kemungkinan perlambatan yang lebih cepat di Tiongkok, dan ketegangan perdagangan yang belum terselesaikan,” kata World Bank Acting Chief Economist for the East Asia and Pacific Andrew Mason.

Karena itu, ia mengingatkan pentingnya pengelolaan secara aktif atas tantangan tersebut. Dalam jangka pendek, Bank Dunia mengatakan perlunya penguatan penyangga, termasuk membangun kembali cadangan internasional yang diambil untuk mengelola gejolak nilai tukar pada 2018.

(Baca: Para Pejabat Keuangan G20 Tak Akan Bahas Penyelesaian Perang Dagang)

Selain itu, kebijakan moneter juga perlu disesuaikan agar lebih netral karena risiko arus keluar modal telah berkurang. Sementara dalam jangka menengah, reformasi struktural dinilai penting untuk meningkatkan produktivitas, mendorong daya saing, menciptakan peluang yang lebih baik untuk sektor swasta, dan memperkuat modal manusia.

Bank Dunia juga menyoroti perlunya investasi berkelanjutan pada program bantuan sosial dan asuransi untuk melindungi mereka yang paling rentan. Saat ini, negara-negara berkembang Asia Timur dan Pasifik memiliki cakupan bantuan sosial terendah bagi 20% penduduk termiskin dibandingkan wilayah berkembang lainnya.

Laporan ini juga menekankan pentingnya negara-negara di Kepulauan Pasifik memastikan keberlanjutan utang dengan meningkatkan manajemen utang, kualitas belanja, dan membangun ruang fiskal. 

Reporter: Rizky Alika