Pengamat Peringatkan Risiko Penerimaan Pajak Tak Capai Target APBN

Arief Kamaludin | Katadata
Ilustrasi, Gedung Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Hingga APril penerimaan pajak hanya tumbuh 1%. Pengamat khawatir jika tak ada perbaikan penerimaan pajak bakal sulit mencapai target.
20/5/2019, 15.40 WIB

Pemerintah mencatatkan defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) April 2019 melebar hingga Rp 101,04 triliun atau setara 0,63% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Salah satu penyebab defisit tersebut yakni penerimaan pajak yang meningkat hanya 1%.

Pertumbuhan penerimaan pajak yang sangat kecil ini dipandang pengamat perpajakan Yustinus Prastowo sangat mengkhawatirkan. Sebab, jika tak juga ada perbaikan di semester II, maka shortfall pajak yang terjadi akhir tahun nanti sangat besar

"Kemungkinan akan ada shortfall pajak pada semester II, perkiraan saya shortfall mencapai Rp 300 triliun jika tidak ada perbaikan di semester II," ujar Yustinus kepada Katadata, Senin (20/5).

Shortfall merupakan kondisi ketika realisasi lebih rendah dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN atau APBN Perubahan (APBN-P).

Dalam konteks penerimaan pajak, shortfall sering terjadi ketika realisasi penerimaan pajak dalam satu tahun kurang dari target penerimaan pajak. Nah, shortfall pajak ini dapat berimplikasi pada defisit anggaran atau pengeluaran negara yang melebihi penerimaan.

Dalam Rancangan APBN 2019 (RAPBN 2019) penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp 1.781 triliun dengan tax ratio 12,1%. Jumlah tersebut sedikit lebih tinggi dari RAPBN 2018 yang menargetkan penerimaan pajak mencapai Rp 1.618,1 triliun.

(Baca: Penerimaan Negara Minim, Defisit Anggaran April Bengkak Rp 101 Triliun)

Data menunjukkan, hingga April 2019 realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp 436,4 triliun atau 24,4% dari target yang ditetapkan pada RAPBN 2019. Pertumbuhan ini hanya mencapai 1% atau sangat jauh di bawah target tahun ini yaitu 10,7%. "Pencapaian ini cukup mengkhawatirkan," kata Prastowo.

Menurunnya kinerja penerimaan pajak periode Januari-April 2019 utamanya disebabkan oleh tingginya restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pengenaan tarif pajak rendah 0,5% bagi Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM).

Hal ini berdampak jangka pendek terhadap penerimaan pajak, namun diharapkan akan menstimulus pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Pengawasan pada PPN diharapkan bisa meningkatkan pendapatan pajak karena coverage ratio PPN masih rendah. Jika pengawasan PPN dapat dioptimalkan, potensi penerimaan yang masuk bisa mencapai Rp 50 triliun.

Prastowo memproyeksikan penerimaan pajak 2019 hanya mencapai Rp 1.403,5 triliun pada akhir semester II 2019. Jumlah ini hanya 88,9% terhadap target penerimaan pajak yang dicanangkan APBN.

(Baca: Sri Mulyani: Dampak Pelemahan Global, Penerimaan Negara Cuma Naik 0,5%)

Reporter: Agatha Olivia Victoria