Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman menekankan perlunya konsistensi untuk fokus dalam mengatasi permasalahan defisit neraca dagang nasional. Indonesia mencatatkan defisit neraca dagang terburuk pada April 2019 sebesar US$ 2,5 miliar.
"Solusi dalam jangka pendek yang paling efektif dan selalu digulirkan adalah dengan mengendalikan impor. Hal ini sebenarnya lumrah dilakukan karena untuk mendorong peningkatan nilai ekspor," kata Assyifa di Jakarta, Minggu (19/5).
Adapun angka impor tercatat naik sebesar 12,2% dan ekspor turun sebesar 10,8%. Menurut Assyifa, faktor internal dan eksternal berperan dalam capaian neraca perdagangan saat ini. Faktor internal yang dimaksud yaitu masih dominannya bahan mentah sebagai komoditas utama ekspor Indonesia.
"Komoditas ini, walaupun konsisten mendorong ekspor, namun rentan terhadap perubahan harga, sehingga tidak bisa terus menerus diandalkan," jelasnya.
(Baca: Neraca Dagang April 2019 Defisit US$ 2,5 Miliar)
Sementara itu faktor eksternalnya yaitu meningkatnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang menjadi sentimen negatif perdagangan internasional. Semua negara yang bermitra dengan kedua negara tersebut, termasuk Indonesia, pasti terdampak dari adanya eskalasi perang dagang beberapa waktu terakhir ini.
"Perlu proses transformasi di sektor industri yang cukup memakan waktu dan disertai juga dengan perubahan berbagai macam regulasi yang memberikan insentif pada para pengusaha untuk meningkatkan nilai jual produknya," ungkapnya.
Namun dalam mengendalikan impor, lanjutnya, perlu kehati-hatian karena impor Indonesia saat ini masih didominasi oleh impor bahan baku dan barang modal, yang notabene diperlukan untuk proses produksi dalam negeri.
(Baca: Menteri Darmin Waspadai Perang Dagang yang Tak Akan Cepat Selesai)
Ia mengingatkan bahwa beberapa waktu yang lalu, pemerintah menggulirkan aturan tarif impor untuk berbagai macam barang konsumsi, yang sebenarnya relatif kecil apabila dibandingkan dengan impor bahan baku dan impor barang modal. Namun tentunya mengendalikan dua jenis impor lain dapat berpengaruh terhadap kinerja sektor industri dan manufaktur nasional.
Kendati demikian, pengendalian impor hanya merupakan solusi jangka pendek yang tidak dapat diandakan untuk mengatasi defisit perdagangan dalam jangka panjang.
"Diperlukan pendekatan yang lebih struktural seperti perubahan regulasi yang sifatnya meningkatkan daya saing industri dalam negeri untuk bisa meningkatkan nilai jual barang ekspornya," ujarnya.