Bank Indonesia (BI) melaporkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) surplus US$ 2,4 miliar pada kuartal I 2019. Ini lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya, yaitu 5,4 miliar, ataupun periode sama tahun lalu US$ 3,8 miliar. Surplus disokong oleh tebalnya surplus modal dan finansial di tengah defisit transaksi berjalan yang masih tinggi.
NPI menunjukkan transaksi antara penduduk Indonesia dan negara lain dalam jangka waktu tertentu. Suplus pada NPI menandakan pasokan valas mampu menutup permintaan valas di dalam negeri. NPI terdiri dari neraca transaksi berjalan (pedagangan barang dan jasa) serta neraca transaksi modal dan finansial.
Defisit transaksi berjalan tercatat sebesar US$ 7 miliar, atau 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih tinggi dibandingkan kuartal I tahun lalu yang sebesar US$ 5,5 miliar atau 2,1% PDB. Secara rasio, defisit ini merupakan yang terburuk untuk periode kuartal I sejak 2013. Pada kuartal I 2013, defisit tercatat sebesar US$ 6 miliar atau 2,61% PDB.
(Baca: Perang Dagang Berlanjut, Neraca Dagang Berpotensi Melebar)
Meski begitu, BI menilai positif realisasi defisit, lantaran lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai US$ 9,2 miliar atau 3,6% PDB. BI menjelaskan, penurunan defisit transaksi berjalan didukung oleh peningkatan surplus neraca perdagangan barang.
Surplus perdagangan barang seiring penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan ekspor. “Ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk melakukan pengendalian impor beberapa komoditas tertentu yang diterapkan sejak 2018,” demikian tertulis dalam siaran pers, Jumat (10/5).
Sedangkan neraca jasa tercatat mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh penurunan surplus jasa perjalanan. Ini seiring jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang menurun sesuai dengan pola musimannya.
(Baca: BI Nilai Pariwisata Jadi Kunci Penyehatan Neraca Transaksi Berjalan)
Di sisi lain, surplus neraca modal dan finansial tercatat sebesar US$ 10,1 miliar. Capaian surplus jauh melebihi periode sama tahun lalu yang hanya mencapai US$ 1,9 miliar. Meskipun, lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya US$ 15,7 miliar. Menurut BI, penurunan dari kuartal sebelumnya seiring adanya pembayaran obligasi global.
BI menilai pencapaian neraca modal dan finansial ini menunjukkan persepsi positif investor terhadap perekonomian Indonesia. “Selain itu, berkurangnya risiko ketidakpastian di pasar keuangan global turut menjadi faktor pendorong aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung dan investasi portofolio,” demikian tertulis.
(Baca: Awal Mei, BI: Aliran Masuk Dana Asing Capai Rp 132,4 Triliun)
Surplus NPI mendukung cadangan devisa mencapai US$ 124,5 miliar pada akhir Maret 2019, tertinggi dalam 11 bulan. Jumlah cadangan devisa ini setara dengan pembiayaan 6,8 bulan impor dan utang luar negeri pemerintah.
Ke depan, kinerja NPI diperkirakan membaik dan dapat terus menopang ketahanan sektor eksternal. BI menyatakan akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal. “Termasuk untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan sehingga menurun menuju kisaran 2,5% dari PDB pada 2019,” demikian tertulis.