Nilai tukar rupiah pada Kamis pagi (25/4) dibuka melemah 45 poin atau 0,32% ke posisi Rp 14.150 per dolar AS dibandingkan sehari sebelumnya. Pelemahannya terjadi menjelang keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia sore nanti.
"Kami perkirakan BI masih bisa mempertahankan suku bunganya sebesar 6 persen hingga akhir tahun 2019," ujar ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih seperti dikutip dari Antara.
Menurut Lana, BI akan mempertahankan suku bunga dengan pertimbangan laju inflasi yang masih aman, nilai tukar rupiah relatif stabil, dan risiko global yang relatif terukur.
(Baca: IHSG Lanjut Terkoreksi Jelang Pengumuman Bunga Acuan BI)
Banyak spekulasi bank sentral akan menurunkan suku bunganya dalam waktu dekat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, hal ini sulit dilakukan mengingat BI menargetkan menurunkan defisit transaksi berjalan dari 2,98 persen dari PDB pada akhir 2018 menjadi 2,5 persen pada 2019.
"Upaya menurunkan defisit tersebut akan sulit dicapai jika BI menurunkan suku bunganya," kata Lana. Ia memprediksi rupiah hari ini akan bergerak melemah menuju kisaran antara Rp 14.110 per hingga Rp 14.130 per dolar AS.
Kurs tengah Bank Indonesia menunjukkan rupiah melemah menjadi Rp14.154 per dolar AS dibanding sehari sebelumnya di posisi Rp14.112 per dolar AS.
(Baca: BI Diprediksi Akan Mempertahankan Tingkat Suku Bunga Acuan)
Menurut data Bloomberg, di pasar spot penurunan rupiah terjadi sejalan dengan mata uang Asia lainnya. Sampai pukul 11.30 WIB, rupiah turun 0,33% ke Rp 14.151 per dolar AS.
Pelemahan terbesar saat ini terjadi pada won Korea Selatan. Pergerakannya telah negatif 0,68% ke posisi 1.158 won per dolar AS. Lalu, ringgit Malaysia juga anjlok 0,15%, rupee India 0,23%, dan peso Filipina 0,14%.
Hanya yen Jepan yang bergerak positif terhadap mata uang dolar AS dan euro. Kenaikannya masing-masing 0,18% dan 0,10%.
(Baca: Sri Mulyani Pantau Stabilitas Sistem Keuangan Kuartal I Masih Baik)
BI Belum Ada Peluang Turunkan Suku Bunga Acuan
Panel Ahli Katadata Insight Center Damhuri Nasution menilai BI belum memiliki peluang untuk menurunkan bunga acuannya yang telah ditahan di level 6% sejak November 2018. Pasalnya, penurunan bunga acuan BI sangat bergantung pada perkembangan ekonomi domestik dan global. Adapun, sikap bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, saat ini masih konservatif (dovish).
Bahkan, ada potensi The Fed memangkas bunga acuannya, Fed Fund Rate (FFR) pada tahun ini. “Bunga acuan BI diperkirakan tetap karena inflasi yang terjaga dan kurs rupiah yang relatif stabil,” kata Damhuri di Jakarta, kemarin.
(Baca: Menentukan Arah Investasi Pasca-Pemilu 2019)
Dari dalam negeri, ada perbaikan surplus neraca perdagangan selama dua bulan berturut-turut. Dengan demikian, defisit transaksi berjalan berpotensi menurun. Jika tren ini terus berlanjut dan inflasi tetap terjaga, Damhuri menilai BI memiliki ruang untuk menurunkan bunga acuannya pada triwulan III atau IV.
Setali tiga uang, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam menilai bunga acuan masih pada posisi 6%. "Masih ada risiko bagi BI untuk menurunkan bunga acuan walaupun The Fed dan bank sentral global masih dalam tren dovish," ujarnya.