Nilai tukar rupiah pada transaksi antarbank pada Selasa pagi (23/4) dibuka stagnan atau sama dibandingkan posisi penutupan sehari sebelumnya di level Rp 14.078 per dolar Amerika Serikat. Pada perdagangan hari ini, rupiah diprediksi akan melemah.
“Pelemahannya seiring dengan nilai yen Jepang, dolar Hong Kong, dan dolar Singapura,” kata ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih seperti dikutip dari Antara. Ketiga mata uang kuat Asia itu melemah terhadap dolar AS.
Hingga pukul 09.30 WIB, rupiah masih tetap di posisi yang sama. Lana memprediksi rupiah akan melanjutkan pelemahan menuju kisaran Rp 14.080 hingga Rp 14.100 per dolar AS.
(Baca: Rupiah Bergerak Positif Usai Hitung Cepat Hasil Pilpres 2019)
Dari kondisi eksternal, data sektor perumahan AS mulai melambat, terlihat dari izin mendirikan bangunan turun 1,7% pada Maret 2019 dibandingkan bulan sebelumnya. Angka ini di bawah ekspektasi pasar dan merupakan yang terendah sejak Oktober 2018.
Data lain yang juga mendukung perlambatan sektor properti adalah penjualan rumah bekas (previously owned house) untuk Maret 2019 turun 4,9 persen daripada bulan Februari. "Sektor perumahan biasanya menjadi salah satu indikator awal melambatnya ekonomi. Namun, belum mengonfirmasi perlambatan berlanjut," ujar Lana.
Perlambatan ekonomi AS akan membuat bank sentral AS akan cenderung melakukan kebijakan moneter yang lebih longgar atau dovish dengan tidak menaikkan suku bunga acuan, atau bahkan menurunkan suku bunga acuannya.
(Baca: Kurs Rupiah Cenderung Kuat, Hasil Pilpres Disebut Bisa Ubah Pergerakan)
Dari data pasar spot Bloomberg, rupiah melemah menuju Rp 14.084 per dolar AS pada pukul 10.30 WIB. Dua mata uang lainnya yang bergerak turun terhadap dolar AS adalah dolar Hong Kong sebesar 0,02% dan bath Thailand 0,01%.
Dolar AS alias greenback bergerak sedikit berlawanan terhadap euro dan poundsterling. Dolar Kanada bertahan setelah harga minyak mendekati level tertinggi dalam enam bulan terakhir. Kenaikan itu terjadi di tengah rencana pemerintah AS memberi sanksi bagi negara pengimpor minyak Iran.
(Baca: Rupiah Kembali Melemah Setelah IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi Global)
Pemerintahan Trump, dilansir dari CNN.com, akan memperbaharui pengecualian sanksi bagi lima negara pengimpor minyak Iran, yaitu Jepang, Korea Selatan, Turki, Tiongkok, dan India. Pengecualian itu akan berakhir pada 2 Mei nanti.
Sampai sekarang masih belum jelas, apakah lima negara itu akan mendapat tambahan waktu atau mereka kena sanksi dari AS pada 3 Mei jika tidak segera menghentikan impor minyak Iran. Pembaharuan sanksi dilakukan untuk meningkatkan tekanan terhadap Iran dengan membatasi pendapatan negara tersebut.