IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Global 2019 Jadi 3,3%

Ajeng Dinar Ulfiana|KATADATA
Para peserta AM IMF - World Bank 2018 mulai memadati setiap gedung penyelenggaraan yang ada di Nusa Dua, Bali (8/10). Indonesia menjadi tuan rumah IMF-World Bank 2018 setelah menyiapkan proposal pada 2014 lalu.
Penulis: Pingit Aria
10/4/2019, 09.12 WIB

Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk 2019 menjadi 3,3%. Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) yang dirilis, IMF menurunkan proyeksi 0,2 poin dari estimasi pada Januari.

Proyeksi 3,3% untuk tahun ini adalah 0,3 poin persentase di bawah angka 2018. Namun, pertumbuhan ekonomi global diharapkan tumbuh kembali menjadi 3,6% pada 2020.

Menurut IMF, ekonomi dunia menghadapi risiko-risiko penurunan yang disebabkan oleh ketidakpastian dan ketegangan perdagangan global yang sedang berlangsung, serta beberapa faktor lainnya.

Proyeksi laju pertumbuhan negara-negara maju adalah 1,8% untuk 2019 dan 1,7% untuk 2020. Keduanya di bawah tingkat dua persen-plus yang tercatat dalam dua tahun sebelumnya, menurut laporan WEO.

Sementara untuk negara-negara emerging market dan negara-negara berkembang, IMF memperkirakan tingkat pertumbuhan turun menjadi 4,4% untuk 2019, atau 0,1 poin lebih rendah dari pada 2018. Kemudian, pertumbuhan akan pulih ke tingkat 4,8% pada 2020, menyamakan hasil 2017.

(Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5%, Prabowo: Ndasmu)

"Ini mencerminkan revisi negatif untuk beberapa ekonomi utama termasuk kawasan euro, Amerika Latin, Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Australia," kata Kepala ekonom IMF Gita Gopinath dalam sebuah posting  blog.

Hilangnya momentum pertumbuhan, kata Gopinath, bermula sejak paruh kedua 2018, ketika ekspansi ekonomi dunia "melemah secara signifikan." Laporan WEO menyatakan, pertumbuhan global tetap kuat di 3,8% di paruh pertama 2018, tetapi turun menjadi 3,2% di semester kedua.

Gopinath menyatakan, ketegangan dalam iklim perdagangan global telah menimbulkan masalah yang lebih spesifik di berbagai wilayah. Misalnya, tekanan ekonomi makro di Argentina dan Turki, gangguan pada sektor otomotif di Jerman, dan pengetatan keuangan terkait normalisasi kebijakan moneter di negara-negara maju.

Sehubungan dengan pemulihan yang dirasakan pada 2020, ia memperkirakan bakal ada "sikap yang lebih akomodatif" dalam kebijakan bank sentral Amerika Serikat, Uni Eropa (UE), Jepang dan Inggris. Sementara Tiongkok juga disebutnya meningkatkan stimulus fiskal dan moneter. Selain itu, kesepakatan antara AS-Tiongkok untuk menyelesaikan sengketa perdagangan mereka juga mendapat respons positif.

(Baca juga: Jelang Debat, Jokowi dan Prabowo Perlu Bahas Dua Isu Utama Ekonomi)

Setelah 2020, laporan WEO memprediksikan bahwa pertumbuhan global akan relatif tinggi, yakni sekitar 3,6% dalam jangka menengah.

Hanya, laporan yang sama menyebut tingkat pertumbuhan di zona euro bakal masih ada di kisaran 1,3% pada 2019 dan 1,5% pada 2020. Keduanya lebih rendah dari hasil 2018 dan 2017.

Berkenaan dengan Amerika Serikat, Gopinath memproyeksikan bahwa ekonomi akan tumbuh sebesar 2,3% pada 2019, dan berkembang pada tingkat yang lebih rendah sebesar 1,9% pada 2020.

Reporter: Antara