BI Optimistis Kenaikan Rasio Intermediasi Akan Genjot Kredit Perbankan

Agung Samosir|KATADATA
Bank Indonesia optimistis industri perbankan akan memanfaatkan insentif kenaikan Rasio Intermediasi Makroprudensial.
Penulis: Antara
Editor: Sorta Tobing
1/4/2019, 18.07 WIB

Bank Indonesia optimistis industri perbankan akan memanfaatkan insentif kenaikan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) untuk menggenjot penyaluran kredit ke masyarakat dan korporasi. Apalagi saat ini level pertumbuhan intermediasi belum optimal.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Linda Maulidina di Jakarta, Senin mengatakan upaya perbankan untuk mencapai target pertumbuhan kredit sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB) di kisaran 12% pada 2019 masih menemui banyak tantangan.

Hingga Februari 2019, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan kredit perbankan sebesar 12,3% dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio kredit macet (NPL) juga turun. Namun, pertumbuhan dana pihak ketiga masih melambat. "Siklus kredit sudah mulai tumbuh tapi masih di bawah siklus kegiatan ekonomi," ujarnya seperti dikutip dari Antara.

(Baca: Hingga Februari, Kredit Bank Melonjak 12,3%, DPK Cuma Tumbuh 6,6%)

BI menilai pelonggaran RIM dapat membantu meringankan bank. Perbankan jadi memiliki fleksibilitas untuk memacu penyaluran kreditnya yang selama ini tertahan. "Peluang industri perbankan untuk mencapai target individu di RBB itu masih sangat tinggi," ujarnya.

Aturan RIM baru tertuang dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Bank Indonesia Nomor 21/5/PADG/2019 tentang perubahan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) bagi Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), dan Unit Usaha Syariah (UUS).

Ketentuan dalam RIM sebelumnya mengatur bahwa batas kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit dengan memanfaatkan pendanaan yang didapat adalah 80-92%, kini berubah menjadi 84-94%. Aturan itu mulai berlaku pada 1 Juli 2019.

(Baca: Likuiditas Bank Ketat, Rasio LDR Tertinggi Lebih dari 10 Tahun)

Linda mengatakan selain penyaluran kredit kepada masyarakat ataupun korporasi, kenaikan RIM ini juga akan memacu perbankan untuk menyalurkan pembiayaan ke obligasi korporasi. Pembiayaan atau pembelian yang dilakukan bank terhadap obligasi korporasi akan dihitung sebagai kredit.

"Jika ada kendala di kredit, bank bisa salurkan pembiayaannya ke obligasi. Jadi bisa sama-sama memberikan kontribusi ke perekonomian," ujar dia.

(Baca: Kenaikan Rasio Intermediasi Diharapkan Tekan Perang Suku Bunga Bank )

Linda melihat kondisi likuiditas saat ini masih memadai untuk mendorong bank menyalurkan kredit secara agresif. Dia membantah jika upaya bank memacu penyaluran kredit akan membuat likuiditas semakin ketat.

"Kami melihat masih memadai, bukan ketat. Kami ingin bank-bank yang RIM di bawah 80% bisa memacu kreditnya setidaknya mencapai RIM di 84 persen," ujarnya.

Bank Sentral masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan kreditnya di 10-12% pada tahun ini. Pada 2018, menurut data OJK, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 13%.