Ekonomi Global Melambat, BI Pertahankan Suku Bunga Acuan

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Penulis: Ihya Ulum Aldin
21/3/2019, 18.17 WIB

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan suku bunga acuan BI 7 days repo rate ditahan pada level 6,00%, suku bunga deposit facility 5,25%, dan suku bunga lending facility 6,75%. Kondisi ekonomi global dan dalam negeri saat ini menjadi pertimbangan BI dalam menentukan suku bunga acuan BI untuk periode Maret 2019.

"Pertumbuhan ekonomi global melambat disertai ketidakpastian pasar keuangan yang berkurang," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers di Komplek Gedung BI, Jakarta, Kamis (20/3).

Dia mengatakan, ekonomi Amerika Serikat (AS), Eropa dan Tiongkok tumbuh melambat akibat berbagai masalah. Di antaranya, stimulus fiskal yang berkurang, melemahnya keyakinan pelaku usaha, perang dagang, hingga isu terkait penyelesaian Brexit.

(Baca: Ekonom Prediksi BI Akan Pertahankan Suku Bunga Acuan di 6%)

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, harga komoditas global, termasuk harga minyak dunia juga menurun. Respon normalisasi kebijakan moneter di negara maju cenderung tidak seketat perkiraan semula sehingga ketidakpastian pasar keuangan global berkurang.

Dari dalam negeri, pertumbuhan ekonomi triwulan-I 2019 diperkirakan tetap kuat ditopang oleh permintaan domestik. Konsumsi dalam negeri diperkirakan tetap tinggi, didukung daya beli, dan keyakinan konsumen yang terjaga. "Termasuk, stimulus fiskal yang berlanjut khususnya melalui belanja sosial, serta yang terkait dengan persiapan Pemilu," kata Perry.

Ada pun, investasi diperkirakan akan sedikit melambat pada periode ini akibat pola musiman awal tahun. Namun, investasi diperkirakan kembali menguat pada triwulan-triwulan berikutnya karena didukung proyek infrastruktur. Sementara itu peran ekspor neto menurun sejalan dampak melambatnya pertumbuhan ekonomi global dan menurunnya harga komoditas.

"Ke depan, di tengah prospek ekspor yang menurun, bauran kebijakan BI, Pemerintah, dan otoritas terkait akan terus diperkuat guna menopang permintaan domestik dan terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi," kata Perry. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2019 masih pada kisaran 5,0-5,4%.

(Baca: Analis: Suku Bunga Ingin Turun, BI Perlu Waspadai The Fed)

Neraca Pembayaran Membaik

Di sisi lain, neraca pembayaran Indonesia pada triwulan ini juga diperkirakan membaik sehingga menopang ketahanan eksternal. Perkiraan ini didukung aliran masuk modal asing yang tetap besar. Hingga Februari 2019 aliran masuk modal asing tercatat mencapai US$ 6,3 miliar. Sementara itu, neraca perdagangan mencatat surplus US$ 0,33 miliar pada Februari 2019 dipengaruhi penurunan impor nonmigas.

Dengan perkembangan ini, posisi cadangan devisa pada akhir Februari 2019 cukup tinggi yakni US$ 123,3 miliar, setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Dengan sinergi kebijakan yang terus dipererat untuk memperkuat ekspor, defisit transaksi berjalan 2019 diproyeksi dapat menuju kisaran 2,5% PDB. Kebijakan juga diarahkan untuk menarik aliran modal untuk membiayai defisit transaksi berjalan.

Pertimbangan kondisi ekonomi dari dalam negeri pun terkait dengan inflasi yang menurun dan tetap terkendali dalam kisaran sasaran inflasi 2019 sebesar 3,5%±1% (yoy). Indeks Harga Konsumen (IHK) Februari 2019 mengalami deflasi 0,08% (mtm) atau inflasi 2,57% (yoy), turun dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,32% (mtm) atau 2,82% (yoy).

(Baca: Gubernur BI Prediksi Neraca Pembayaran Surplus pada Triwulan I 2019)

"Ke depan, Bank Indonesia terus konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk mengendalikan inflasi tetap rendah dan stabil dalam kisaran sasaran," kata Perry.

Keputusan mempertahankan tingkat suku bunga acuan ini, konsisten dengan upaya memperkuat stabilitas eksternal perekonomian, khususnya untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman. Selain itu, untuk mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik. "Kebijakan suku bunga dan nilai tukar ke depan, akan tetap difokuskan pada stabilitas eksternal," ujar Perry.

Reporter: Ihya Ulum Aldin