Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings (Fitch) mempertahankan peringkat utang atau kredit pemerintah Indonesia atau sovereign credit rating Indonesia pada level BBB dengan outlook stabil. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan penilaian tersebut menunjukkan kepercayaan lembaga pemeringkat terhadap daya tahan perekonomian Indonesia.

“Ini mencerminkan keyakinan lembaga rating atas perekonomian Indonesia dan resiliensi sektor eksternal Indonesia di tengah kondisi ekonomi global yang masih dipenuhi ketidakpastian,” kata dia seperti dikutip dari keterangan tertulis BI, Kamis (14/3).

Ke depan, BI akan tetap konsisten menempuh bauran kebijakan untuk memperkuat stabilitas eksternal dan mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Maka itu, koordinasi institusinya dengan pemerintah dan otoritas terkait akan terus dipererat.

(Baca: Sukuk Global Indonesia US$ 2 Miliar Laris, Oversubscribed 3,8 Kali)

Fitch memberikan rating dengan menilai beberapa faktor, seperti pertumbuhan ekonomi yang baik dan beban utang pemerintah yang relatif rendah. Capaian tersebut terjadi lantaran Indonesia juga diuntungkan oleh sikap bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang lebih konservatif mulai akhir tahun lalu.

Namun, Fitch memberi catatan dari segi ketergantungan Indonesia terhadap aliran dana asing ke portofolio saham dan obligasi yang mudah keluar masuk. Fitch mencatat, sekitar 37% dari surat utang pemerintah berdenominasi rupiah dipegang oleh investor asing. Sementara itu, investasi asing langsung yang berjangka panjang hanya sebesar US$ 22 miliar atau 2,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Ketergantungan pada aliran masuk dana asing telah meningkat lantaran pelebaran defisit transaksi berjalan menjadi 2,8% dari PDB pada tahun lalu. Selain itu, ketergantungan juga terjadi lantaran penerimaan pemerintah masih rendah serta indikator struktural lainnya yang masih di bawah negara setara (peers).

Adapun prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai terus menunjukkan penguatan dibandingkan dengan negara peers. Permintaan domestik diperkirakan tetap kuat di tengah kinerja ekspor yang terbatas dipengaruhi permintaan global yang melambat.

(Baca: Moody's Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI di Bawah 5% pada 2019 dan 2020)

Sementara itu, konsumsi dan investasi tetap menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi seiring dengan adanya bonus gaji pegawai negeri sipil, peningkatan dana bantuan sosial, dan pelaksanaan berbagai proyek infrastruktur, khususnya oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Peringkat kredit Indonesia pun diyakini tetap terjaga dalam menghadapi gejolak nilai tukar yang mungkin terjadi jika The Fed mengerek bunga acuannya. Beban utang pemerintah yang lebih rendah negara setara menjadi faktor peredam tekanan.

Selama 2019, Fitch memperkirakan inflasi IHK secara rata-rata mencapai 3,4% dan bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate akan tetap. Perkiraan ini sesuai dengan tujuan BI dalam menekan defisit transaksi berjalan menjadi 2,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, BI akan melonggarkan kebijakan makroprudensial.

(Baca: Gubernur BI Buka Peluang Turunkan Bunga Acuan Bila Ekonomi Stabil)

Dari sisi fiskal, Fitch menilai pengurangan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan sikap konservatif Indonesia. Pada 2018, defisit APBN tercatat 1,8% dari PDB pada tahun 2018 atau lebih rendah daripada tahun sebelumnya yang mencapai 2,3%.

Dari sisi sistem keuangan, Fitch menilai risiko dari sisi perbankan terbatas seiring dengan permodalan bank yang kuat. Hal ini tercermin dari rasio kecukupan modal yang mencapai 22,9% pada Desember 2018.

“Secara umum, kewajiban bank dalam valas dapat di-cover dengan aset atau telah dilakukan lindung nilai,” demikian tertulis. Apalagi, sebagian kewajiban merupakan pembiayaan yang berasal dari perusahaan induk.