Dana asing masih terus mengalir ke pasar keuangan domestik. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan aliran masuk dana asing sejak awal tahun ini hingga akhir Februari mencapai Rp 63 triliun. Jumlah tersebut 10 kali lipat capaian periode sama tahun lalu.

"Kalau tahun lalu sampai periode yang sama itu totalnya Rp 6 triliun,” kata dia di kantornya, Jakarta, Jumat (1/3). Ketika itu, dana asing masuk ke SBN (Surat Berharga Negara) sebesar Rp 12 triliun, sedangkan dana asing di saham justru mengalami arus keluar sekitar Rp 7,4 triliun.

Sementara itu, tahun ini, dana asing yang masuk ke SBN mencapai Rp 49,5 triliun, saham Rp 12,6 triliun, dan Sertifikat BI mencapai Rp 1,4 triliun. Pencapaian ini, menurut Perry, mencerminkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia.

(Baca: Dana Asing Mengalir Deras Tiap Pemilu, Ada Apa?)

Ia menilai investor mempercayai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, BI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebab, seiring kebijakan tersebut, kondisi ekonomi domestik terjaga. Hal itu tercermin dari inflasi yang rendah, nilai tukar rupiah yang stabil, dan stabilitas sistem keuangan yang terjaga.

Perry berharap aliran masuk dana asing tersebut akan terus berlanjut sehingga dapat mendorong surplus neraca pembayaran pada triwulan I. Menurut dia, potensi berlanjutnya aliran masuk dana asing juga seiring imbal hasil aset keuangan dalam negeri yang menarik bagi investor.

Ia menyebutkan, imbal hasil surat utang Amerika Serikat (AS) dengan tenor 10 tahun sebesar 2,7%. Sementara, obligasi pemerintah dengan tenor yang sama mencapai 7,8%. Artinya, imbal hasil surat utang Indonesia lebih menarik dibandingkan dengan negara lainnya, termasuk India.

(Baca: Bankir dan Ekonom Peringatkan Rupiah Melemah Jelang Musim Bagi Dividen)

Di sisi lain, premi risiko yang tercermin dalam Credit Default Swap (CDS) juga rendah. Rendahnya risiko default tersebut dapat memberikan daya tarik kepada dana asing untuk masuk ke dalam negeri.

Adapun seiring derasnya aliran masuk dana asing, nilai tukar rupiah tercatat lebih kuat. Nilai tukar rupiah sempat menyentuh level 13.800 per dolar AS. Meskipun, nilai tukar rupiah kemudian melemah.

Pada perdagangan Jumat (1/3) ini, nilai tukar rupiah ditutup di level 14.120 per dolar AS. Ini merupakan posisi penutupan terlemah sejak pertengahan Januari tahun ini. Dengan perkembangan tersebut, penguatan nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini pun tergerus dari sempat mencapai 3% menjadi 1,88%.

Pelemahan pada awal Maret ini terjadi seiring melonjaknya imbal hasil (yield) US Treasury setelah rilis data pertumbuhan ekonomi AS yang di atas ekspektasi. Dolar AS pun terpantau menguat terhadap mata uang safe haven lainnya, yen Jepang, begitu juga terhadap mata uang mitra dagang utamanya.