Bankir dan Ekonom Peringatkan Rupiah Melemah Jelang Musim Bagi Dividen

ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
28/2/2019, 22.09 WIB

Musim pembagian dividen segera dimulai. Bankir dan ekonom pun memperingatkan soal risiko tekanan terhadap nilai tukar rupiah lantaran bakal ada kebutuhan besar dolar Amerika Serikat (AS) untuk pembayaran dividen ke investor asing.

"Sebentar lagi ada pembagian dividen dari (emiten korporasi di) Jakarta Stock Exchange. Saat itu, investor luar butuh dolar," kata Presiden Direktur Bank Central Asia Jahja Setiaatmadja dalam forum Economic Outlook di Jakarta, Kamis (28/2).

Ia menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah memang tidak bisa ditahan dalam jangka panjang. Ada siklus pelemahan, di antaranya saat musim pembagian dividen. Namun, ia meyakini, tekanan nilai tukar rupiah imbas musim pembagian dividen hanya akan berlangsung sementara waktu.

(Baca: Penerbitan Obligasi Global Diprediksi akan Dipacu pada Mei-Juni 2019)

"Jadi pada saat itu, jangan nervous. Anggap itu wajar," ujarnya. Adapun pada saat terjadi pelemahan, Bank Indonesia (BI) bisa melakukan langkah stabilisasi nilai tukar rupiah dengan menggelontorkan dolar AS ke pasar.

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri juga memperingatkan soal musim pembagian dividen yang akan terjadi mulai Maret 2019. Namun, nada peringatannya lebih keras. "Hati-hati, tidak ada yang bisa menerka uang (dolar AS) yang ada di Indonesia," ujarnya.

Ia pun menyinggung kondisi pada Januari 2019. Nilai tukar rupiah sempat melemah lantaran pemerintah melakukan pembayaran bunga utang luar negeri. Pada saat itu, cadangan devisa menurun guna memenuhi kebutuhan dolar AS untuk pembayaran tersebut. Ia pun menekankan pentingnya memperkokoh sektor riil untuk menguatkan nilai tukar rupiah.

(Baca: Rupiah Kembali 14 Ribu/US$, Ekonom Ramal Belum Akan Menguat Signifikan)

Adapun, Gubernur BI Perry Warjiyo optimistis nilai tukar rupiah akan bergerak stabil pada tahun ini. Penyokongnya, aliran masuk dana asing yang terus berlanjut sejak Desember lalu. Ini menambah pasokan dolar AS di dalam negeri. Bahkan, ia memperkirakan rupiah bisa lebih kuat dari kisaran saat ini yaitu 14.000 per dolar AS.

"Rupiah bisa di bawah Rp 14 ribu per dolar AS," kata dia. Penguatan rupiah tersebut didukung oleh tekanan global yang lebih rendah seiring kebijakan moneter AS yang lebih konservatif. Selain itu, kebijakan BI dan pemerintah dalam menjaga fundamental ekonomi.

(Baca: Ada Empat Faktor, Gubernur BI Lihat Rupiah Bisa Terus Menguat)

Ia memaparkan, BI dan pemerintah tengah berupaya agar neraca transasksi berjalan terus membaik hingga defisitnya turun menjadi 2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini. Selain itu, BI terus mendorong pasar valuta asing (valas) swap dan Domestic Non Delivery Forward (DNDF) semakin berkembang.