Neraca perdagang Indonesia kembali defisit pada Januari kemarin. Badan Pusat Statistik menyatakan pada bulan lalu defisit lebih banyak disumbang oleh sektor nonmigas US$ 704,7 juta. Sementara defisit migas hanya US$ 454,8 juta. Walau demikian, pemerintah optimisits pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga ini tidak mengecewakan.
Ada beberapa alasan mengapa pemerintah percaya diri. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Adrianto menilai sebenarnya impor barang modal sudah agak melambat. Selain itu, impor yang masih ada akan menjadi pembentuk investasi.
(Baca: Ekspor Melambat, Neraca Dagang Kuartal I 2019 Diramal Defisit US$ 3 M)
Menurut dia, akibat investasi dan konsumsi yang masih tumbuh baik mampu memompa pergerakan ekonomi makin positif. “Perkiraan kami growth triwulan pertama masih cukup baik,” kata Adrianto kepada Katadata.co.id, Jumat (15/5).
Sementara itu, Direktur Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan satu melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan keempat 2018 sebesar 5,17 %. Sebab, di tiga bulan pertama ini, konsumsi rumah tangga diramal tidak meningkat sesuai siklusnya.
Sementara investasi diperkirakan belum ada perbaikan. Belanja pemerintah juga masih tertahan ke kuartal berikutnya seperti pola sebelumya, kecuali untuk keperluan pemilu. “Dengan demikian pertumbuhan di triwulan satu akan berada di kisaran 5 %,” kata Piter.
Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menilai penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) dapat memperlambat investasi asing langsung. Sebenarnya, hal ini kerap terjadi setiap pelaksanaan pemilu. “Banyak terobosan-terobosan yang takut keluar karena takut digoreng secara politik,” ujarnya.
Namun investasi kembali melaju kencang usai pemilu. Setelah pemilu usai, banyak tugas yang harus dibenahi dampak dari distorsi dalam perekonomian tadi.
(Baca: BKPM: Perlu Ada Insentif Baru Untuk Dongkrak Investasi Tahun Ini)
Sebagai informasi, lebih dari separuh pertumbuhan ekonomi ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Pemerintah pun memperkirakan konsumsi akan tumbuh didorong oleh pemilu. Pada triwulan keempat 2018, konsumsi rumah tangga menopang pertumbuhan ekonomi hingga 56,01 %. Kemudian, investasi yang dikategorikan dalam Pembentukan Modal Tetap Bruto memiliki porsi 33,84 %.
Adapun ekspor dan impor memberikan porsi 20 %. Sementara, konsumsi pemerintah mencapai 12,09 % dan konsumsi lembaga non profit sebesar 1,26 %.
Neraca Perdagangan Indonesia pada Januari 2019 Defisit US$ 1,16 Miliar
Indonesia mengawali 2019 dengan rapor merah kinerja neraca perdagangan. Data Badan Pusat Statistik menunjukan, pada Januari 2019, neraca perdagangan Indonesia defisit US$ 1,16 miliar, melebar dari realisasi defisit perdagangan periode Desember 2018 sebesar US$ 1,03 miliar. Angka tersebut lebih besar dibanding defisit Januari 2018 sebanyak US$ 760 juta.
Kepala BPS Suhariyanto menyatakan perlambatan perekonomian global serta fluktuasi harga komoditas menjadi salah satu penyebab membengkaknya angka defisit perdagangan Januari 2019. “Banyak hal yang menjadi tantangan perdagangan tahun ini,” kata Suhariyanto di Jakarta, Jumat (15/2).
Secara sektoral, BPS mencatat defisit perdagangan Januari lebih banyak disumbang oleh nonmigas US$ 704,7 juta, dan defisit migas US$ 454,8 juta. Adapun dalam komponen migas, defisit minyak mentah periode lalu US$ 383,6 juta serta defisit hasil minyak US$ 981,1 juta. Hanya gas yang surplus sebesar US$ 909,9 juta.
(Baca: Defisit Transaksi Berjalan Kuartal IV US$ 9,1 M, Terburuk Sejak 2013)
Di samping itu, lemahnya kinerja ekspor juga menjadi faktor penyebab melebarnya neraca dagang pada Januari 2019, padahal di sisi lain nilai impor turun. Total ekspor pada Januari 2019 sebesar US$ 13,87 miliar, turun 3,24 % dibanding periode Desember 2018 sebesar US$ 14,33 miliar. Sedangkan dibanding Januari 2018 yang mencapai US$ 14,55 miliar, turun 4,70 %.