Harga Komoditas Turun, Chatib Basri: Perlu Jaga Daya Beli Luar Jawa

Donang Wahyu|KATADATA
Chatib Basri KATADATA|Donang Wahyu
22/1/2019, 20.32 WIB

Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan pemerintah perlu mewaspadai tren penurunan harga komoditas pada tahun ini, seperti sawit dan karet. Kondisi tersebut bisa menekan pendapatan masyarakat di wilayah penghasil komoditas yang dimaksud, seperti Sulawesi dan Kalimantan.

Ia pun menilai pentingnya dukungan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat. "Jadi antisipasi kebijakan untuk daya beli mereka terjaga, itu penting,” kata dia dalam forum diskusi A1 di Jakarta, Selasa (22/1). Maka itu, ia menilai tepat langkah pemerintah menambah penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH).

Adapun pemerintah memperbanyak jumlah penerima manfaat PKH menjadi 10 juta keluarga, ini nyaris tiga kali lipat jumlah pada 2015 yang sebanyak 3,5 juta keluarga. Alokasi anggaran untuk PKH sebesar Rp 34,4 triliun tahun ini atau meningkat 78,2% dibandingkan tahun lalu.

(Baca: Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok Melemah, Sederet Dampak Perlu Diwaspadai)

Melihat kondisi ekonomi global saat ini, Chatib pun menyebut tugas menteri keuangan tidak akan mudah. Penurunan harga komoditas yang berdampak pada kinerja ekspor dan daya beli masyarakat, juga penerimaan negara.

Namun, ia optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa stabil di kisaran 5,1% atau sama dengan 2018. Ini dengan melihat tantangan ekonomi 2018 yang dinilainya lebih berat. "Kita bisa me-manage ini (penurunan komoditas) karena tantangan 2018 jauh lebih besar," ujarnya.

Sri Mulyani membenarkan soal tantangan ekonomi imbas penurunan harga komoditas. Namun, seperti Chatib, ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan terjaga. Pertumbuhan ekonomi terutama akan didorong pertumbuhan investasi yang di kisaran 7%, selain konsumsi masyarakat yang tumbuh stabil.

(Baca: IMF: Prospek Ekonomi Melemah, Bukan Tanda Resesi Global)

"Karena credit growth (pertumbuhan kredit) kuat dan perbankan bagus, dan mereka diminta aktif stimulasi ekonomi," ujarnya. Selain itu, ada juga insentif fiskal seperti fasilitas pengurangan/libur pajak (tax holiday) dan mobil listrik. Ini diyakini akan menggerakkan sektor riil.