Berdasarkan data Kementerian Keuangan, kepemilikan asing atas Surat Berharga Negara (SBN) susut dari sempat mencapai Rp 904,65 triliun pada 10 Januari menjadi Rp 898,54 triliun pada 16 Januari. Ini artinya, turun sebesar Rp 6,1 triliun dalam kurun waktu kurang dari sepekan. Penurunan diduga terjadi lantaran adanya aksi jual oleh trader alias investor jangka pendek untuk ambil untung.
“Kalau dilihat dari periode dan besarnya aliran modal di pasar SBN beberapa hari terakhir saya memperkirakan aliran keluar terutama digerakkan oleh investor trader,” kata Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam kepada katadata.co.id, Jumat (18/1).
Ia menjelaskan, pergerakan keluar masuk modal asing sebenarnya sangat normal terutama oleh investor trader yang memang orientasinya adalah keuntungan jangka pendek. Ia pun menilai pergerakan ini bersifat sementara. “Kondisi global menurut saya belum berubah. Tidak ada berita baru. Masih dipenuhi ketidakpastian. Oleh karena itu pergerakan ini lebih bersifat technical dan temporer,” kata dia.
(Baca: Ide Reverse Tobin Tax untuk Pertahankan Dana Asing Ditanggapi Beragam)
Adapun sebelumnya, terjadi aliran masuk dana asing yang cukup besar hingga kepemilikan asing mencapai Rp 904,65 triliun pada 10 Januari. Bank Indonesia (BI) menyatakan arus masuk dana asing seiring dengan beberapa perkembangan global di antaranya proyeksi bahwa bunga acuan AS tidak akan naik seagresif tahun lalu dan meredanya kekhawatiran seputar perang dagang AS-Tiongkok. Selain itu, penjualan SBN oleh pemerintah.
Beberapa ekonom juga sempat menyinggung soal aset keuangan Indonesia yang sudah murah hingga kepercayaan investor terhadap kebijakan moneter Indonesia. Kepercayaan itu seiring dengan kebijakan antisipatif BI sepanjang tahun lalu dalam merespons atau mengantisipasi kenaikan bertahap bunga acuan AS.
(Baca: Naik atau Turunnya Bunga AS Dinilai Bakal Mengancam Ekonomi Indonesia)
Namun, para ekonom berulang kali memberikan peringatan terkait aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik. Peringatan di antaranya datang dari mantan Menteri Keuangan Chatib Basri lewat tulisannya “This Time Is (Not) Different”. Menurut dia, arus masuk dana asing yang terjadi -- setelah adanya sinyal bahwa kenaikan bunga acuan AS tidak akan agresif -- perlu ditanggapi secara hati-hati. Ini berkaca dari pengalaman sebelumnya.
“Arus modal yang masuk, dalam jangka pendek memang mendorong perekonomian EM (emerging market/negara ekonomi berkembang), namun ia tak berkesinambungan. Ketika The Fed (bank sentral AS) melakukan normalisasi kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga, maka terjadi arus modal keluar,” kata dia.
(Baca: Prediksi Berbeda Ekonom Tentang Arah Kebijakan Bunga Acuan BI di 2019)
Dampak dari arus keluar modal asing: pasar keuangan terguncang, nilai tukar mata uang jatuh, terutama di negara-negara yang defisit transaksi berjalannya dibiayai oleh aliran modal asing ke pasar modal (investasi portofolio). Indonesia salah satunya. Adapun hingga saat ini, Indonesia masih bergelut dengan problem defisit transaksi berjalan.
Maka itu, ia menilai pemerintah perlu melakukan beberapa langkah guna menekan risiko tersebut. Langkah yang dimaksud di antaranya mendorong lebih banyak investor lokal masuk ke pasar obligasi dan saham agar tidak bergantung pada pembiayaan eksternal, pembuatan produk baru, hingga reverse tobin tax.