Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut suku bunga acuan, BI 7-Day Reverse Repo Rate, telah hampir mencapai puncaknya. Namun, arah kebijakan bunga acuan dipastikan tetap antisipatif terhadap kebijakan moneter negara lain, termasuk Amerika Serikat (AS).
"Akan kami pertahankan (kebijakan bunga acuan antisipatif) meskipun tingkat suku bunga kami sudah hampir mencapai puncaknya," kata dia dalam Rapat Kerja Perekonomian 2019 dengan DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (16/1).
Ia mengatakan, kebijakan bunga acuan yang antisipatif tersebut ditempuh untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah serta menjaga inflasi sesuai kisaran 2,5-4,5%. Secara khusus, upaya stabilisasi nilai tukar rupiah juga akan terus dilakukan lewat intervensi pasar, dengan tetap menjaga kecukupan cadangan devisa.
(Baca: Bank-bank BUMN Harap BI Hanya Satu Kali Naikkan Bunga Acuan Tahun Ini)
BI akan kembali mengumumkan kebijakan bunga acuannya pada Kamis (17/1). Saat ini, bunga acuan berada di level 6%, setelah BI mengereknya secara agresif sebanyak 175 basis poin sepanjang tahun lalu. Ini untuk merespons kenaikan bertahap bunga acuan AS. Tahun lalu, bunga acuan AS naik empat kali hingga berada pada rentang 2,25-2,5%.
Adapun bila mengacu pada dot plot pada Desember tahun lalu, petinggi bank sentral AS berekspektasi kenaikan dua kali lagi tahun ini. Namun mendekati pengumuman bunga acuan Januari ini, petinggi The Fed memberikan sinyal kemungkinan menahan bunga acuan sementara waktu, untuk memastikan kondisi ekonomi AS.
Mantan Gubernur bank sentral AS, Janet Yellen, juga melihat kemungkinan kenaikan bunga acuan AS pada Desember tahun lalu sebagai yang terakhir dalam siklus ini, bila ekonomi global memang menunjukkan perlambatan yang memengaruhi ekonomi AS.
(Baca: Naik atau Turunnya Bunga AS Dinilai Bakal Mengancam Ekonomi Indonesia)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bila lingkungan global sudah relatif lebih baik atau tidak ada kenaikan bunga acuan global yang tajam, hal itu akan memberikan dampak positif ke dalam negeri. "Namun kami tetap waspada. Seperti tahun 2018, kewaspadaan itu penting," ujarnya.
Adapun, sepanjang tahun 2018, BI mengerek bunga acuannya sebanyak 175 basis poin menjadi 6%. Kenaikan tersebut dilakukan guna menjaga selisih antara bunga acuan dalam negeri dengan bunga acuan AS. Dengan demikian, aliran masuk dana asing tetap terjaga.
Selain itu, kenaikan bunga acuan dilakukan guna menekan defisit transaksi berjalan. Sebab, defisit transaksi berjalan sempat membengkak hingga 3,37% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).