Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Rosan Roeslani menyarankan pemerintah untuk menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) badan, khususnya bagi perusahaan yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Tujuannya, meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan daya saing Indonesia.
"Karena penyerapan tenaga kerja merupakan PR (pekerjaan rumah) kita paling utama. Dan ini untuk meningkatkan daya saing (Indonesia terhadap negara lain)," kata dia usai acara Outlook Perekonomian Indonesia 2019 di Hotel Ritz-Carlton di Jakarta, Selasa (8/1).
Ia mencontohkan, pemerintah bisa menerapkan tarif PPh 22% dari penghasilan kena pajak untuk perusahaan yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 5 ribu orang. Ini artinya, tarif PPh lebih rendah 3% dari tarif PPh badan yang berlaku saat ini yaitu 25%.
(Baca: Genjot Daya Saing, JK Sebut RI Bisa Tiru Prinsip Industri Tiongkok)
Menurut dia, penurunan tarif PPh badan tidak akan menurunkan penerimaan pajak. Sebab, penurunan ini akan berdampak pada peningkatan kepatuhan pajak dan meningkatkan investasi. Adapun ke depan, ia berharap, tarif PPh badan secara keseluruhan dapat diturunkan menjadi 17-18%.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah memang tengah mengkaji penurunan tarif PPh badan. "Komparasinya dengan negara sekitar dan negara emerging market lain," ujarnya.
Sejauh ini, ia menilai tarif PPh badan yang berlaku di Indonesia tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah. Tarifnya lebih tinggi dibandingkan yang berlaku di Amerika Serikat (AS) yaitu 21%.
(Baca: Penerimaan Pajak dari Empat Sektor Industri Utama Tumbuh Melambat)
Sementara itu, di kawasan, tarif PPh badan Indonesia setara dengan Thailand, tapi jauh lebih tinggi dibandingkan Singapura yang menerapkan tarif sebesar 17%. Adapun G20 telah memberikan peringatan terkait penurunan pajak agar tidak berisiko bagi negara.
Sri Mulyani menjelaskan penurunan tarif PPh badan bukan hal yang mudah. Sebab, hal ini memerlukan perubahan Undang-Undang yang harus melalui proses legislatif terlebih dulu.