Spekulasi berkembang bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), tidak akan mengerek bunga acuan tahun ini, bahkan berbalik memangkas bunga acuan. Namun, ekonom memaparkan pemangkasan bukan berarti kabar baik bagi Indonesia.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam menjelaskan naik atau tidak naiknya bunga AS punya tantangan tersendiri bagi Indonesia. Di satu sisi, kenaikan bunga The Fed akan mengancam kelanjutan aliran modal asing ke pasar keuangan Indonesia dan pelemahan rupiah. Di sisi lain, bila bunga The Fed tidak naik atau dipangkas artinya ekonomi AS dan global melambat.

“Tidak naiknya suku bunga The Fed akibat melambatnya perekonomian Amerika (yang artinya melambatnya perekonomian global) mengancam ekspor sekaligus mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata dia kepada katadata.co.id, Jumat (4/1).

(Baca juga: Berkembang Spekulasi Pemangkasan Bunga AS, Rupiah Perkasa 14.200/US$)

Ia menjelaskan, perekonomian AS dan Tiongkok sangat memengaruhi ekonomi global. Melambatnya ekonomi AS akan menurunkan permintaan barang impor dari AS, yang diikuti penurunan permintaan global, termasuk permintaan dari Tiongkok. Dengan permintaan global yang menurun, harga-harga komoditas juga akan menurun.

Pada akhirnya, hal ini akan berdampak ke kinerja ekspor Indonesia yang sangat bergantung pada komoditas. “Penurunan harga komoditas selain menghantam ekspor indonesia, juga berdampak negatif terhadap para petani sawit, karet, dan sebagainya, yang ujungnya menurunkan pertumbuhan konsumsi,” ujarnya. Alhasil, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga ikut melambat.

Maka itu, ia menjelaskan, kondisinya tetap menantang bagi Indonesia. "Selama kita terlalu bergantung kepada kondisi eksternal, ekonomi global, kita akan selalu dihadapkan pilihan sulit. Tidak ada kata mudah untuk perekonomian kita," kata dia.

(Baca juga: Gubernur BI Paparkan Peluang di Tengah Prediksi Perlambatan Ekonomi AS)

Pieter menjelaskan, The Fed kemungkinan akan membatalkan kenaikan bunga acuannya apabila proses perbaikan perekonomian AS terganggu. Hal ini dapat terjadi bila prospek pertumbuhan ekonomi 2019 tidak sesuai ekspektasi, pengangguran kembali naik, atau inflasi di bawah target.

Adapun Ekonom Maybank Myrdal Gunarto memperkirakan The Fed masih akan menaikkan bunga acuannya. "Itu karena ekonomi AS perlu penyesuaian suku bunga yang kompetitif untuk mengakomodir perkembangan ekonomi dan perbankannya," ujar dia.

Apalagi, indikator tingkat ketenagakerjaan masih sangat bagus, inflasi sudah di atas 2%, pertumbuhan ekonomi juga masih ekspansif. Meskipun, proyeksi ekonomi global yang diperkirakan stagnan pada tahun ini dan tahun depan dapat mengurangi agresivitas The Fed dalam menaikkan bunga acuannya hingga 2020.

Ia memperkirakan kemungkinan penurunan bunga acuan The Fed baru akan terjadi setelah 2020. "Tapi, kita harus lihat lagi ya perkembangan ekonomi globalnya akan seperti apa," kata dia.