Pemerintah tengah mempersiapkan kebijakan cukai plastik. Tujuannya, untuk menekan konsumsi plastik yang tidak ramah lingkungan. Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) menolak rencana kebijakan tersebut. Asosiasi menilai yang dibutuhkan adalah insentif untuk industri daur ulang guna mengurangi sampah plastik.
"Industri daur ulang di Indonesia sudah bagus. Tinggal diperbaiki iklimnya, jangan dibebani (dengan pemberlakuan cukai plastik). Nanti siklus terganggu," kata Sekretaris JenderaI Inaplas Fajar Budiono dalam Diskusi "Maju Mundur Penerapan Cukai Plastik" di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (18/12).
Ia menjelaskan, sampah plastik dapat dikurangi dengan mengubah pola pembuangan sampah dari kumpul, angkut, dan buang sampah plastik menjadi pilah, angkut, dan proses sampah menjadi produk daur ulang.
(Baca juga: Pemerintah Bidik Penerimaan Rp 500 M Bila Cukai Plastik Berlaku 2019)
Selama ini, menurut dia, permasalahan daur ulang adalah lamanya pemilahan sampah lantaran jumlahnya jutaan ton. Bila masalah pemilahan sampah bisa ditangani, proses daur ulang dapat berlangsung dengan cepat.
Sebaliknya, bila kebijakan yang diambil pemerintah adalah pengenaan cukai plastik, dalam hal ini kantong belanja plastik (KBP) maka dampaknya bakal ada penurunan produksi dan investasi pada industri tersebut. Selanjutnya, penerimaan negara dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) KBP bakal terdampak.
Impor plastik juga berpotensi meningkat untuk substitusi pasokan dari dalam negeri yang turun. Sementara itu, siklus daur ulang plastik yang melibatkan pemulung KBP dapat terganggu.
Di sisi lain, material pengganti KBP masih belum ditemukan. "Kalau tata kelola manajemen tidak dibereskan, akan ada problem lainnya. Pasti beralih ke material plastik lain," ujarnya.
Pengawasan cukai KBP yang beredar juga sulit dilakukan. Sebab, 60% peredaran KBP berada di pasar tradisional.
(Baca juga: Rancangan Peraturan Pemerintah Cukai Plastik Rampung Tahun ini)
Di sisi lain, Pengamat Perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyarankan cukai plastik dibebankan kepada konsumen bukan produsen, seperti halnya pengenaan cukai rokok yang dibebankan kepada konsumen.
Adapun insentif untuk industri daur ulang dinilainya bisa diambil dari penerimaan cukai plastik. "Saya kira pungutan ini bisa ke sana (dijadikan insentif). Earmarking harus betul-betul rigid, jangan di-pull untuk dana yang lain," ujarnya.
Untuk memastikan kepatuhan pembayaran cukai plastik, ia menilai pemerintah perlu menerapkan administrasi pemungutan cukai plastik yang efektif. Sebab, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang lebih besar dibandingkan negara lain yang sudah menerapkan cukai plastik terlebih dulu. Hal ini tantangan bagi pemerintah.