Bank Indonesia (BI) memproyeksikan bakal terjadi akselerasi pertumbuhan ekonomi sehingga Indonesia bisa naik level menjadi negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income) pada 2024. Saat ini, Indonesia masuk dalam kategori negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle income).
Pertumbuhan ekonomi diprediksi berada pada kisaran 5-5,4% pada 2019 didukung oleh tetap kuatnya permintaan domestik baik konsumsi maupun investasi. Inflasi yang terkendali diyakini bakal menyokong daya beli masyarakat sehingga konsumsi tetap kuat. Sementara itu, net ekspor diprediksi membaik.
Dalam jangka menengah, pertumbuhan ekonomi diprediksi mampu tumbuh lebih tinggi yakni 5,5-6,1% pada 2024. “Percepatan pembangunan infrastruktur dan serangkaian kebijakan deregulasi yang ditempuh selama ini akan meningkatkan produktivitas perekonomian ke depan,” demikian tertulis dalam naskah pidato Gubernur BI Perry Warjiyo untuk Pertemuan Tahunan BI, Selasa (27/11).
(Baca juga: Gubernur BI Cermati Tiga Tantangan Ekonomi Global Tahun Depan)
Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi juga didorong oleh serangkaian kebijakan reformasi struktural yang difokuskan pada tiga hal. Pertama, peningkatan daya saing perekonomian, terutama dalam hal sumber daya manusia dan produktivitas. Kedua, peningkatan kapasitas dan kapabilitas industri untuk meningkatkan ekspor dan mengurangi defisit transaksi berjalan.
Ketiga, pemanfaatan ekonomi digital untuk mendorong pemberdayaan ekonomi secara luas dan merata. Dengan berbagai kebijakan tersebut, meski pertumbuhan ekonomi tumbuh 6,1% di 2024, defisit transaksi berjalan diprediksi bakal terkendali yakni di kisaran 2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
(Baca juga: Jaga Rupiah dan Inflasi, BI Lanjutkan Kebijakan Antisipatif di 2019)
Adapun bila ekonomi tumbuh 6,1% pada 2024, pendapatan per kapita bakal meningkat dari saat ini sekitar US$ 3.500 menjadi US$ 4.800. Dengan perhitungan ini, maka BI memproyeksikan Indonesia bisa naik level menjadi negara berpendapatan menengah atas.
Bila mengacu pada klasifikasi terbaru Bank Dunia, suatu negara masuk kategori pendapatan bawah (low income) bila pendapatan per kapita di bawah US$ 955, lalu masuk kategori berpendapatan menengah bawah (lower-middle income) bila pendapatan per kapita berkisar US$ 955-US$ 3.895.
Kemudian, negara masuk kategori pendapatan menengah atas (upper-middle income) bila berpendapatan per kapita antara US$ 3.896-US$ 12.055. Terakhir, suatu negara masuk kategori berpendapatan tinggi (high income) bila pendapatan per kapita di atas US$ 12.055.
Menanggapi proyeksi BI tersebut, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai hal tersebut realistis. "Apalagi tadi dilaporkan (Presiden) Joko Widodo bahwa proyek infrastruktur yang sudah dalam berapa tahun dibangun, akan berjalan di tahun depan," kata dia usai menghadiri Pertemuan Tahunan BI.
(Baca juga: Selain Lebaran, Jokowi Kejar Target Bangun Tol untuk Pemilu)
Ia mengatakan, infrastruktur tersebut akan mendorong investasi dan aktivitas ekonomi. Kemudian, berkembangnya industri akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah.
Meski begitu, ia menilai tantangan global dalam 1-2 tahun ke depan masih perlu diwaspadai karena bisa memengaruhi ekonomi domestik. Jika kondisi global masih dibayang-bayangi ketidakpastian, nilai tukar rupiah akan bergerak dinamis.