Kontroversi Kenaikan Harga BBM yang Mengancam Kursi Presiden Prancis

REUTERS/Robert Pratta/ANTARA FOTO
26/11/2018, 19.07 WIB

Aksi demonstrasi menentang kenaikan pajak bahan bakar minyak (BBM) berubah menjadi tragedi berdarah di Prancis. Dua orang dikabarkan meninggal dunia dan ratusan terluka. Demonstrasi yang dimulai pada 17 November lalu dan mencapai puncaknya pada Sabtu pekan lalu (24/11), berkembang menjadi aksi untuk menggulingkan Presiden Emmanuel Macron.

Pemerintahan Macron berencana terus menaikkan pajak atas bahan bakar diesel yang biasa digunakan oleh pengendara di Prancis. Kebijakan ini terkait dengan program transformasi energi yang dicanangkan Macron. Ia bersikeras kenaikan pajak BBM perlu dilakukan agar Prancis tidak bergantung pada bahan bakar yang berasal dari fosil. Selain itu, kenaikan pajak untuk mendanai investasi di bidang energi terbarukan.

Sejauh ini, mengutip Washington Post, pajak bahan bakar tersebut telah naik 7 sen euro per liter atau sekitar Rp 1.150 per liter. Pajak bensin juga ditetapkan naik. Konsekuensinya, harga BBM semakin tinggi. Saat ini, harga bensin 1,64 euro per liter atau sekitar Rp 29.930 per liter, sedikit di atas diesel. Adapun Macron berencana untuk mengumumkan kebijakan baru agar “transisi energi” berjalan lebih mudah di negara tersebut. Namun, kerusuhan terlanjur pecah.

(Baca juga: Diminta Pemerintah, Pertamina dan Shell Kaji Penurunan Harga BBM)

Dalam wawancara dengan Euronews, pakar transportasi Mathieu Chassignet menjelaskan, pajak memiliki porsi besar dalam penentuan harga BBM di Prancis. Mengacu pada paparan pemerintah, pajak memiliki porsi 60% dalam harga, sedangkan sisanya bergantung pada harga minyak per barel.

Ada dua jenis pajak yang terkait dengan BBM dan besarannya merupakan keputusan pemerintah. Pajak yang dimaksud yaitu pajak konsumsi domestik atas produk energi yang terdiri dari pajak karbon (carbon tax) serta pajak pertambahan nilai (value-added tax/VAT).

Penerimaan dari pajak ini membantu dalam pembiayaan anggaran negara secara umum, termasuk proyek-proyek yang ramah lingkungan. Pada 2019, pemerintah mengharapkan penerimaan pajak ini berkisar 7,8 miliar euro atau sekitar Rp 128,18 triliun. Namun, pendanaan untuk proyek-proyek ramah lingkungan tidak hanya berasal dari penerimaan pajak ini, tapi juga pajak-pajak lainnya.

Secara khusus, pajak bahan bakar diesel lebih besar lantaran berdasarkan studi, polusi yang dihasilkan bahan bakar diesel lebih besar dibandingkan dengan bensin. “Jadi, pajak yang lebih besar terhadap diesel dimaksudkan untuk mendorong orang agar tidak membeli mobil berbahan bakar diesel,” ujarnya.

Menurut dia, ada beberapa rencana pemerintah untuk membantu warga menghadapi kebijakan baru tersebut, seperti insentif finansial untuk mengganti mobil lama yang menghasilkan polusi tinggi dengan mobil yang lebih ramah lingkungan. Pemerintah juga menawarkan subsidi bernama “ecological bonus” untuk pengendara yang menyewa atau membeli mobil listrik.

Menteri Interior Prancis Christophe Castaner menuding Pemimpin Partai National Rally Marine Le Pen yang merupakan saingan Macron dalam Pemilu 2017 lalu sebagai pihak yang mendorong terjadinya demontrasi yang diwarnai kekerasan. Namun, dalam artikel opini di Independent, kolumnis dan jurnalis lepas media terkemuka, Nabilla Ramdani menilai ada masalah kesenjangan sosial yang mendasari demonstrasi berdarah tersebut.

Menurut dia, mayoritas demonstran yang diajaknya bicara merupakan “warga yang terlupakan”. Mereka berasal dari pinggiran kota, memiliki penghasilan yang rendah, dan bergantung pada mobil mereka untuk bepergian. “Kemarahan mereka ditujukan kepada elit metropolitan yang tidak hanya punya uang dan kekuasaan, tapi juga bisa membiayai inisiatif-inisiatif hijau (kebijakan ramah lingkungan) yang mendasari kenaikan harga BBM,” kata dia.