Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan perbaikan defisit transaksi berjalan membutuhkan waktu bertahun-tahun. Upaya tersebut tidak dapat diselesaikan dalam waktu pendek.

Namun, ia memastikan defisit transaksi berjalan dapat diakhiri. Setidaknya, defisit tersebut bisa ditutupi dengan transaksi modal dan finansial. Upaya penutupan defisit itu sedang dilakukan pemerintah, salah satunya melalui revisi Daftar Negatif Investasi (DNI). 

 Revisi aturan tersebut merupakan momentum yang tepat untuk menarik investasi asing. Sebab, Bank Indonesia (BI) baru saja mengerek bunga acuannya menjadi 6 persen. “Transaksi berjalan itu bertahun-tahun memperbaikinya. Umurnya sejak republik ini ada. Masa mau diselesaikan dalam waktu dekat,” kata dia di kantornya, Jakarta, Jumat (23/11). 

(Baca: BI: Kebijakan B20 Perbaiki Defisit Transaksi Berjalan Hingga 0,2 %).

 Menurut dia, pemerintah juga menahan pelebaran defisit transaksi berjalan dengan  menerapkan pembatasan impor ribuan barang konsumsi, penundaan sejumlah proyek infrastruktur, mandatori biodiesel 20 persen (B20), serta peningkatan sektor pariwisata. Kebijakan itu diharapkan memperbaiki neraca dagang dan menambah devisa dalam negeri.

Langkah-langkah tersebut juga sejalan dengan upaya penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Namun, Darmin meyakini pelemahan rupiah memang masih berlanjut hingga dua atau tiga tahun ke depan. Sebab, tensi perang dagang dan nomralisasi kebijakan di Amerika masih berlanjut. “Jadi jangan pernah bermimpi ini sudah selesai,” ujarnya. 

Meski sempat membaik selama tiga tahun terakhir, defisit transaksi berjalan terhadap produk domestik bruto (PDB) kembali melebar menjelang penghujung 2018. Pada kuartal III, besaran defisitnya tercatat 3,37 persen. Angka ini semakin jauh dari batas psikologis, yaitu di bawah 3 persen.

Neraca transaksi berjalan mulai defisit pada 2012 dampak dari turunnya kinerja neraca transaksi barang serta meningkatnya defisit transaksi jasa dan finansial. Dalam Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Bank Indonesia, defisit transaksi berjalan pada 2012 mencapai US$ 24,4 miliar atau sebesar 2,65% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

(Baca: Paket Kebijakan Ekonomi Dirilis Buat Tambal Defisit Transaksi Berjalan).

Untuk tahun ini, defisit transaksi berjalan pada triwulan ketiga sebesar US$ 8,8 miliar, setara 3,37 persen terhadap PDB. Nilai tersebut naik 10,89 persen dibanding triwulan sebelumnya dan melonjak 92,58 persen dari triwulan yang sama 2017. Meningkatnya permintaan impor membuat neraca transaksi perdagangan barang pada triwulan ketiga defisit US$ 398 juta dibanding triwulan sebelumnya surplus US$ 297 juta. (Lihat grafik berikut ini)

Pelebaran defisit menunjukkan kebutuhan valuta asing (valas) untuk impor barang dan jasa tidak bisa diimbangi oleh pasokan valas dari ekspor. Kondisi ini membuat Indonesia makin bergantung pada investasi asing. Termasuk portofolio yang sifatnya jangka pendek. Hal ini membuat kurs rupiah rentan bergejolak.