Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan mengatakan nilai tukar rupiah yang sesuai fundamental ekonomi berada pada posisi 14.200 per dolar Amerika Serikat (AS). Artinya, posisi rupiah saat ini yang bergerak pada kisaran 14.600 per dolar AS masih terlalu lemah.
"Kalau lihat REER (Real Effective Exchange Rate) 86-88%, (nilai fundamentalnya) 14.200 (per dolar AS)," kata dia di Hotel Mulia, Jakarta, Kamis (11/8). REER adalah indeks nilai tukar mata uang dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi masing-masing negara.
Meski begitu, ia melihat kemungkinan penguatan nilai tukar rupiah bersifat sementara dan berisiko kembali melemah ke kisaran 15.000 per dolar AS. Alasannya, penguatan nilai tukar rupiah sekarang ini lantaran banyaknya sentimen positif, baik dari global maupun domestik. Sentimen tersebut bisa saja berbalik arah.
(Baca juga: Aliran Masuk Dana Asing dan Penguatan Rupiah Diuji Jelang Akhir Tahun)
Dari sisi global, indeks dolar AS melemah sehingga membuat mata uang negara lainnya menguat, termasuk rupiah. Kemudian, penurunan harga minyak dunia yang memunculkan optimisme neraca dagang migas membaik. Penurunan harga minyak seiring dengan adanya keringanan kepada delapan negara untuk tetap bisa membeli minyak dari Iran setelah pengenaan sanksi penuh oleh AS.
Kemenangan Partai Demokrat dalam Pemilihan Umum (Pemilu) paruh waktu juga memberikan sentimen positif terhadap negara-negara berkembang. "Kekhawatiran hawkish-nya The Fed (bank sentral AS) berkurang," ujarnya. Namun, sentimen positif tersebut bisa berbalik arah lantaran masih ada peluang kebijakan tidak pasti dari Presiden AS Donald Trump.
Penyebab lainnya, persepsi investor di pasar global mulai berubah dari yang sebelumnya berhati-hati dalam mengambil risiko (risk off) menjadi berani mengambil risiko (risk on). Maka itu, investor mulai menempatkan kembali dananya di saham dan obligasi Indonesia.
(Baca juga: Biayai Akuisisi Freeport, Inalum Jual Obligasi Global Berbunga Tinggi)
Hal ini tercermin dari penjualan obligasi global (global bond) oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang banjir peminat hingga kelebihan permintaan (oversubscribed) 4-7 kali. "Inalum bukan main permintaannya, relatif tinggi dibandingkan dengan yang ada di global," ujar dia.
Dari sisi domestik, pengaktifan pasar valas berjangka Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) disebutnya turut menguatkan rupiah. "Kalau lagi menguat, (DNDF) bisa memepercepat penguatan. Kalau rupiah melemah, (DNDF) juga bisa membuat pelemahan lebih cepat," kata dia. Selain itu, ia menduga penguatan rupiah terjadi karena adanya dorongan dari BI.
Adapun penerbitan global bond baik oleh pemerintah ataupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga turut memperkuat nilai tukar rupiah. Sejumlah BUMN mulai mencari dolar dari luar negeri lewat penerbitan global bond, bukan membeli dolar dari bank domestik.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) merencanakan penawaran global bond, namun urung dilaksanakan. Kemudian, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga menawarkan global bond senilai US$ 1,5 miliar. "Jadi membantu rupiah menguat," ujar dia.
Adapun pada perdagangan Jumat (9/11), nilai tukar rupiah diperdagangkan di kisaran 14.600 per dolar AS, lebih lemah dibandingkan hari sebelumnya yang sempat menyentuh level 14.400-an dan ditutup di kisaran 14.500 per dolar AS.