Persetujuan Dana Alokasi Khusus Diwarnai Perdebatan di DPR

Arief Kamaludin | Katadata
Suasana rapat kerja pemerintah dengan DPR.
26/10/2018, 11.45 WIB

Perdebatan mewarnai pembahasan Dana Alokasi Khusus (DAK) 2019 antara Kementerian Keuangan dengan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Beberapa anggota Banggar mempertanyakan besaran DAK Fisik di daerah pemilihannya (Dapil). Pemerintah merencanakan DAK fisik sebesar Rp 69,33 triliun untuk 542 provinsi, kabupaten, dan kota.

Perdebatan dimulai setelah anggota Banggar meminta Kementerian Keuangan membagikan rincian Dana Alokasi Khusus (DAK). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat enggan membuka data tersebut. "Kalau dibuka semuanya dan dibanding-bandingkan, saya tidak tahu ujungnya apa," kata dia dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) C Banggar DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (25/10).

Namun, anggota Banggar menilai keterbukaan DAK tersebut penting dalam kaitan untuk memperjuangkan Dapil. "Yang jadi permasalahan ini berkaitan Undang-Undang (UU) MD3, kami berhak memperjuangkan Dapil," kata Anggota DPR Fraksi Golongan Karya John Kenedy. Alhasil, data pun dibagikan.

(Baca juga: DPR Beri Lampu Hijau Dana Kelurahan Rp 3 Triliun pada 2019)

Anggota DPR Fraksi Demokrat Wahyu Sanjaya mempertanyakan besaran DAK untuk Dapilnya di Muara Enim, Sumatera Selatan. "Dapil saya, bagaimana ceritanya Ogan Ilir yang wilyah dan jumlah penduduknya lebih sedikit tapi dapat Rp 148 miliar, sedangkan Muara Enim Rp 120 miliar?" ujarnya.

Adapun Sri Mulyani sempat menjelaskan, pengkajian DAK fisik sudah dilakukan melalui proses Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan (Musrembang) yang melibatkan pemerintah pusat dan daerah. Di sisi lain, anggaran tersebut akan dibawa ke Paripurna untuk disahkan pada pekan depan.  

“Saya menganggap proses ini (pengkajian DAK Fisik) sudah dilakukan. Selalu ada ruang untuk menyempurnakan. Selama ketidaksempurnaan tersebut karena mekanisme, bukan karena ada tindakan melawan hukum atau tindakan konflik kepentingan,” kata dia.

Anggota Fraksi PAN Hakam Naja mengusulkan masing-masing anggota memberikan aspirasi kepada pimpinan DPR untuk dibicarakan dengan pemerintah. Alhasil, Panja C menyepakati anggaran DAK fisik yang masuk dalam komponen transfer daerah, dengan catatan: "Pemerintah sungguh-sungguh memeperhatikan usulan DPR yang diajukan di meja pimpinan," kata Pimpinan Rapat Panja C Said Abdullah.

Dengan demikian, Panja C telah menyepakati anggaran transfer daerah dan dana desa yang diajukan pemerintah. Secara rinci, dana transfer ke daerah disepakati Rp 756,77 triliun yang meliputi dana perimbangan Rp 724,59 triliun, dana insentif daerah Rp 10 triliun, dan dana otonomi khusus dan dana keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Rp 22,18 triliun. Sementara itu, dana desa disetujui sebesar Rp 70 triliun.

(Baca juga: Dana Kelurahan Tanggung Jawab Siapa? Ini Penjelasannya)

Secara rinci, dana perimbangan meliputi dana transfer umum Rp 524,22 triliun dan dana transfer khusus Rp 200,37 triliun. Dana transfer umum terbagi menjadi dana bagi hasil (DBH) sebesar Rp 106,35 triliun dan dana alokasi umum (DAU) Rp 417,87 triliun.

Sementara, dana transfer khusus terdiri dari DAK fisik Rp 69,33 triliun dan DAK nonfisik Rp 131,04 triliun. Adapun, DAK Fisik terdiri dari DAK fisik reguler sebesar Rp 43,6 triliun, DAK fisik penugasan sebesar Rp 19,02 triliun dan DAK fisik afirmasi sebesar Rp 6,69 triliun.

DAK Fisik reguler diarahkan untuk peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan pelayanan dasar dan pemerataan ekonomi, yang mencakup 11 bidang yaitu pertanian, perumahan, atau pemukiman, kelautan dan perikanan, IKM, kesehatan, energi skala kecil, pariwisata, jalan, air minum dan sanitasi, dan olahraga untuk pembangunan perpustakaan daerah dan gedung olahraga.

DAK fisik penugasan diarahkan untuk mendukung pencapaian prioritas nasional yang mencakup bidang pendidikan, kesehatan dan keselamatan kerja, jalan, air minum, energi, irigasi, lingkungan hidup dan kehutanan, sanitasi dan pariwisata, pasar.

Sementara itu, DAK fisik afirmasi diarahkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan pelayanan dasar pada lokasi prioritas: daerah perbatasan, kepulauan tertinggal, dan area transmigrasi, yang mencakup bidang pendidikan, kesehatan, air minum, perumahan dan pemukiman, sanitasi dan transportasi.