Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memperingatkan adanya ancaman ekonomi global dengan idiom yang diambilnya dari serial Game of Thrones, Winter is Coming. Dana Moneter Internasional (IMF) pun harus memperkuat sumber dayanya untuk membantu negara yang mengalami tekanan.
Caranya, "Dalam bentuk tambahan kuota, yang ukurannya ditambah”, ujar Direktur Eksekutif IMF Juda Agung di Bali Internasional Convention Center, Bali, Sabtu (13/10).
Tambahan kuota atau saham di IMF sudah menjadi agenda dari negara-negara anggota, yang disebut dengan rekomendasi pengaturan kuota atau General Review of Quota. "Review ini sudah yang ke-15 kalinya. Negara-negara akan menambah kontribusinya (di IMF)," kata dia.
Hanya, besarannya belum diputuskan karena masih dalam kajian. Menurutnya, besaran kenaikan kontribusi ini akan diputuskan tahun depan. "Paling lambat pada Annual Meeting 2019, karena waktunya sudah mendesak," katanya.
Ia menjelaskan, kontribusi negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market) di IMF masih di bawah representative. "Sebab, saham di IMF berdasarkan ukuran ekonominya. Negara yang besar tentu mempunyai saham yang lebih besar, maka kontribusinya lebih besar," katanya. Untuk itu, ia mendorong negara berkembang meningkatkan kontribusinya.
(Baca juga: IMF: Perang Dagang Bisa Turunkan 1% PDB Dunia dalam 2 Tahun)
Itu artinya, negara berkembang diharapkan meningkatkan iurannya. Sebab, negara berkembang paling rentan mengalami tekanan khususnya dalam bentuk capital outflow, jika terjadi krisis. "Tiongkok, India, Brazil, termasuk Indonesia masih lebih rendah (sahamnya) dari yang seharusnya. Maka, kami dorong supaya disesuaikan kepemilikan sahamnya, kuotanya dinaikan," kata dia.
Adapun iuran ini disebut dengan fasilitas Special Drawing Rights (SDR) dari IMF yang bisa dipakai dalam kondisi darurat untuk memperkuat cadangan devisa. Meski tak dipakai, SDR ini tercatat sebagai kewajiban bank sentral kepada pihak non-penduduk.
Fasilitas tersebut merupakan bagian dari program IMF untuk menjaga likuiditas negara anggotanya. Besaran SDR disesuaikan dengan kuota iuran. Mengacu pada data IMF, fasilitas SDR untuk Indonesia sekitar US$ 3 miliar. SDR ini ditinjau setiap lima tahun sekali dan mata uang beserta bobotnya dapat berubah.
Indonesia sendiri telah menjadi anggota IMF sejak 1967. Adapun Indonesia pernah berutang US$ 9,1 miliar ke IMF saat krisis 1998. Namun, utang tersebut sudah lunas di 2006.