Sri Mulyani: Bank Telah Adaptasi Pelemahan Rupiah 15 Ribu per Dolar

Katadata
Menteri Keuangan, Sri Mulyani pada acara Katadata Forum dan peluncuran logo baru Katadata di Jakarta, Selasa, (08/05).
3/10/2018, 06.22 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan perbankan telah menyesuaikan diri dengan nilai tukar rupiah yang mencapai level 15 ribu per dolar Amerika Serikat. Ada sejumlah indikator yang membuatnya optimistis akan kondisi perbankan saat ini.

Beberapa hal tersebut di antaranya rasio kecukupan modal (CAR), tingkat kredit bermasalah atau non performing loan (NPL), hingga lending rate dinilai masih baik. Misalnya, Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan bahwa NPL rata-rata perbankan pada Agustus kemarin masih berada di level 2,74 persen. “Tampaknya adjustment angka Rp 15 ribu terjadi cukup baik,” kata Sri.

(Baca: Rupiah 15.000 per Dolar AS, Pemerintah Disarankan Tahan Dividen Asing)

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga menilai indikator lain seperti inflasi hingga pertumbuhan ekonomi masih baik. Apalagi ada pertumbuhan belanja pemerintah yang naik 8 persen apabila dibandingkan tahun lalu. Demikian pula dengan pergerakan di sektor riil. Sehingga, pertumbuhan ekonomi hingga kuartal ketiga ini diperkirakan cukup tinggi.

Saat ini, Bank Indonesia juga mengelola nilai tukar sesuai tingkat ekuilibrium baru. Apalagi dia melihat pelemahan rupiah yang makin terasa hampir satu semester terakhir terjadi akibat dampak kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, yang menaikkan suku bunga acuannya. “Kami berharap indikator perekonomian bisa terjaga secara baik,” ujarnya.

(Baca juga: Rupiah Tembus 15.000 per Dolar AS, Pimpin Pelemahan Mata Uang Asia)

Sedangkan Kementerian Keuangan, dalam menghadapi tekanan ini, akan menggunakan instrumen fiskal untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, meningkatkan stabilitas, dan menjaga kelompok masyarakat yang rawan. Bagi dia, keseluruhan itu merupakan suatu tingkat yang harus dilihat secara seksama.

Mengacu pada data Bloomberg, kemarin, nilai tukar rupiah ditutup di level 15.042 per dolar Amerika di pasar spot. Kurs tersebut melemah 0,89% dibandingkan penutupan perdagangan pada hari sebelumnya. (Baca: Lonjakan Harga Minyak Picu Kurs Rupiah Tembus 15 Ribu per Dolar AS).

Pelemahan ditengarai imbas berbagai faktor global, seperti masalah di Italia dan terbaru terkait kenaikan harga minyak dunia. Kondisi itu membuat mata uang negara net importir minyak berisiko semakin rentan terhadap tekanan, termasuk Indonesia.

Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menjelaskan boikot Presiden AS Donald Trump terhadap minyak Iran membuat berkurangnya pasokan minyak dunia. Kondisi ini memicu harga minyak mentah menembus US$ 85 per barel atau melonjak 28 persen secara tahun kalender.

Lonjakan harga minyak tersebut bakal membuat kebutuhan Indonesia akan dolar Amerika semakin besar untuk pembayaran impor minyak. Ini artinya, defisit perdagangan Indonesia berisiko semakin lebar. Kondisi tersebut bisa memperberat upaya stabilisasi kurs rupiah ke depan.